News Breaking
MEDKOM LIVE
wb_sunny

Breaking News

Konflik Internal PBNU: Gus Nadir vs. Sekjen & Bendum, Tak Harmonis dengan Rais Aam

Konflik Internal PBNU: Gus Nadir vs. Sekjen & Bendum, Tak Harmonis dengan Rais Aam

Polemik Internal PBNU: Desakan Mundur Ketum dan Isu Disfungsi Organisasi

Dinamika di dalam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) tengah menjadi sorotan publik menyusul munculnya desakan agar Ketua Umum PBNU, KH Yahya Cholil Staquf atau yang akrab disapa Gus Yahya, mengundurkan diri dari jabatannya. Situasi ini telah menimbulkan perdebatan dan polemik yang cukup luas di kalangan warga Nahdliyin, sebutan bagi pengikut Nahdlatul Ulama.

Seorang akademisi sekaligus ulama muda NU yang berbasis di Australia, Nadirsyah Hosen, yang akrab disapa Gus Nadir, menilai bahwa organisasi NU saat ini tengah menghadapi persoalan yang sangat serius. Khususnya, ia menyoroti adanya keretakan dalam hubungan antara pimpinan puncak PBNU dengan beberapa pengurus inti. Gus Nadir secara tegas menyebut adanya konflik internal yang membuat organisasi tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya.

Dalam analisis kritisnya, Gus Nadir mengemukakan bahwa hubungan antara Gus Yahya dengan pengurus lainnya tidaklah harmonis. Ia secara spesifik menyinggung hubungan Gus Yahya dengan Sekretaris Jenderal (Sekjen) PBNU, Saifullah Yusuf atau Gus Ipul, serta Bendahara Umum (Bendum), Gudfan Arif Ghofur. Menurut Gus Nadir, ketidakselarasan ini telah berlangsung cukup lama.

Bahkan, Gus Yahya juga dikabarkan tidak memiliki hubungan yang harmonis dengan Rais Aam PBNU, KH Miftachul Akhyar.

Ketegangan Internal yang Melumpuhkan

"Jam'iyyah ini sedang berjalan terbalik. Ketua Umum berkonflik dengan Sekjen dan Bendum. Ketua Umum juga tidak akur dengan Rais 'Am," ungkap Gus Nadir dalam sebuah unggahan di media sosial Instagram pada hari Minggu, 23 November.

Menurut pandangannya, ketidakharmonisan yang terjadi ini secara signifikan menghambat sinergi organisasi. Padahal, seharusnya organisasi berjalan secara kolektif dan taat pada mekanisme yang telah diatur dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART).

Gus Nadir juga memberikan perhatian khusus pada ketidakselarasan antara pucuk pimpinan Syuriyah dan Tanfidziyah PBNU. Ia memaparkan bahwa persoalan ini tidak hanya terbatas pada level Ketua Umum, tetapi juga telah merembet ke posisi-posisi lain dalam struktur PBNU.

"Sementara Rais 'Am sendiri tidak sreg dengan Katib 'Am (yang kebetulan masih keluarga dekat Ketum). Akhirnya, surat resmi Syuriyah hanya ditandatangani Rais 'Am. Surat Tanfidziyah hanya diteken Ketum," jelasnya lebih lanjut.

Ia mengingatkan bahwa tata kelola organisasi seharusnya senantiasa mengikuti aturan yang berlaku. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika surat hasil rapat Pengurus Harian Syuriah yang mendesak Gus Yahya mundur dari jabatan Ketua Umum hanya ditandatangani oleh Rais Aam PBNU.

"Padahal aturan mengharuskan empat tanda tangan: Rais 'Am, Katib 'Am, Ketum, dan Sekjen," tegas Gus Nadir merujuk pada ketentuan yang seharusnya dipatuhi.

Organisasi yang Mati Suri

Menurut Gus Nadir, ketika prosedur dasar organisasi saja tidak dijalankan dengan semestinya, hal ini mengindikasikan adanya masalah yang jauh lebih serius daripada sekadar kesalahpahaman komunikasi.

Dalam kritiknya yang tajam, Gus Nadir menggambarkan kondisi PBNU saat ini bukan hanya mengalami kemacetan organisasi, melainkan sudah tidak berfungsi sama sekali.

"Ini bukan lagi soal organisasi yang macet. Ini soal mesin yang mati dan dibiarkan karatan selama berbulan-bulan," ujar Gus Nadir dengan nada prihatin.

Ia menilai bahwa kondisi ini berakibat pada pengabaian pengelolaan jamaah Nahdliyin. Akibat dari konflik internal dan disfungsi organisasi tersebut, setiap kubu di PBNU seolah berjalan sendiri-sendiri tanpa adanya koordinasi yang memadai.

"Masing-masing kubu berjalan sendiri. Jama'ah Nahdliyin bergerak tanpa arahan, tanpa bimbingan, tanpa kepemimpinan PBNU. Roda terkunci mati," tuturnya, menggambarkan betapa lumpuhnya pergerakan organisasi.

Kondisi ini dinilai sangat berbahaya bagi marwah sebuah organisasi besar seperti NU. Gus Nadir berpendapat bahwa krisis yang terjadi tidak hanya menyangkut aspek teknis organisasi, tetapi juga telah menyentuh prinsip-prinsip dasar yang selama ini dijunjung tinggi oleh NU.

"Wa ba'du, jam'iyyah ini sakit parah. Kehilangan marwah, kehilangan arah. Bukan melayani jama'ah, bahkan menggerakkan roda organisasi saja sudah tak sanggup. AD/ART sudah jadi dokumen mati," tegas Gus Nadir.

Kebijakan Kontroversial dan Kekecewaan

Tidak hanya menyoroti konflik struktural, Gus Nadir juga mengkritisi pola kebijakan PBNU yang dinilai tidak sejalan dengan semangat perjuangan NU.

"Tagline ingin 'menghidupkan kembali Gus Dur', nyatanya sikap kritis justru hilang sama sekali. Mengaku ingin 'governing NU', tapi tata kelola PBNU sendiri remuk redam. Mengibarkan bendera khittah, malah tercebur dalam kubangan dukung-mendukung Pilpres," kritiknya pedas.

Ia juga menyentil PBNU yang dinilai terlalu bersemangat dalam urusan akuisisi tambang, bahkan sampai mengundang tokoh-tokoh yang dianggap pro-zionis.

"Mengaku berkhidmat untuk bangsa, malah gaduh sendiri soal tambang. Bicara ingin membangun peradaban dunia, tapi yang diundang justru tokoh zionis perusak peradaban," papar Gus Nadir.

Lebih lanjut, Gus Nadir menyatakan keprihatinannya yang mendalam terhadap perjalanan Satu Abad NU yang justru dilalui dengan berbagai persoalan serius di dalamnya.

"Satu Abad NU bukan dirayakan dengan kejayaan, tapi dilewati dengan perih dan prihatin yang menyesakkan dada," pungkasnya, mengakhiri kritiknya dengan nada kepedihan.

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.

Posting Komentar