Nelayan Argawana: Untirta Pacu Transformasi Data Pesisir
Nelayan Argawana Tingkatkan Kemampuan Adaptasi Perubahan Iklim Melalui Teknologi Pemantauan Lingkungan
Tim dosen dari Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) telah sukses menggelar pelatihan intensif mengenai teknologi pemantauan lingkungan pesisir. Kegiatan ini secara khusus dirancang untuk memberdayakan lebih dari lima puluh nelayan tradisional di Desa Argawana, Kecamatan Puloampel, Kabupaten Serang. Inisiatif penting ini merupakan bagian integral dari program pengabdian masyarakat yang mengusung tema "Integrasi Pengetahuan Sains dan Kearifan Lokal untuk Konservasi Ekosistem Pesisir". Pendanaan untuk program inovatif ini diperoleh dari Direktorat Diseminasi dan Pemanfaatan Sains dan Teknologi, di bawah naungan Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi.
Pelatihan ini lahir dari kebutuhan mendesak untuk menjawab berbagai tantangan yang dihadapi oleh para nelayan tradisional di tengah era perubahan iklim yang semakin terasa dampaknya. Cuaca yang tidak menentu, pergeseran pola arus laut yang signifikan, serta anomali musim yang mempengaruhi keberadaan stok ikan, telah menciptakan ketidakpastian yang besar dalam mata pencaharian mereka. Situasi ini tidak hanya menjadi masalah bagi komunitas nelayan di wilayah pesisir yang luas, tetapi juga sangat dirasakan oleh komunitas kecil seperti di Desa Argawana.
Membuka Era Pengambilan Keputusan Berbasis Data
Salah satu terobosan utama dari pelatihan ini adalah pengenalan terhadap perangkat teknologi canggih yang sebelumnya lebih umum digunakan di kalangan peneliti dan industri perikanan modern. Perangkat-perangkat ini meliputi:
- Weather Station: Alat ini memungkinkan nelayan untuk memantau kondisi atmosfer secara real-time, memberikan informasi penting mengenai prakiraan cuaca dan potensi perubahan mendadak.
- Refraktometer: Digunakan untuk menganalisis karakteristik air laut, seperti suhu dan kepadatan, yang sangat berpengaruh terhadap distribusi ikan.
- Alat Uji Salinitas dan pH: Indikator krusial untuk menilai kesehatan ekosistem laut. Tingkat salinitas dan pH yang tidak ideal dapat menandakan adanya masalah lingkungan yang perlu diwaspadai.
Kehadiran teknologi ini membuka cakrawala baru bagi nelayan Argawana, mengantarkan mereka menuju era pengambilan keputusan yang tidak lagi didasarkan pada perkiraan semata, melainkan pada data ilmiah yang akurat.

Menjembatani Kesenjangan Pengetahuan dan Adaptasi Iklim
Mahpudin, selaku ketua tim pelaksana kegiatan, menjelaskan bahwa pelatihan ini merupakan respons langsung terhadap kebutuhan krusial untuk menjembatani kesenjangan antara pengetahuan tradisional yang dimiliki nelayan dan kompleksitas dinamika perubahan iklim global. Ia menekankan bahwa kemampuan nelayan tradisional dalam membaca tanda-tanda alam selama ini merupakan kekuatan adaptif yang luar biasa. Namun, dengan semakin ekstremnya kondisi cuaca, pendekatan tradisional saja tidak lagi cukup untuk mengantisipasi risiko yang dihadapi di laut.
"Nelayan kita sebenarnya sangat adaptif, tetapi kondisi iklim kini bergerak jauh lebih cepat daripada pola lama. Data ilmiah menjadi kompas tambahan yang bisa menyelamatkan nyawa," ujar Mahpudin. Ia menambahkan bahwa program ini tidak bertujuan untuk menggantikan kearifan lokal yang telah diwariskan secara turun-temurun. Sebaliknya, program ini justru berupaya memperkuat kearifan tersebut melalui pendekatan citizen science. Pendekatan ini memberdayakan masyarakat untuk tidak hanya menjadi pengguna, tetapi juga sebagai produsen data ilmiah.
Antusiasme dan Praktik Langsung di Lapangan
Semangat para nelayan terlihat jelas selama pelaksanaan pelatihan. Mereka tidak hanya menyerap materi secara teori, tetapi juga secara aktif mempraktikkan penggunaan alat-alat teknologi yang diperkenalkan. Para nelayan berlatih membaca hasil pengukuran cuaca dari weather station, mencoba penggunaan refraktometer melalui simulasi, dan melakukan pengujian sampel air laut menggunakan alat pengukur salinitas dan pH. Seluruh rangkaian kegiatan dirancang agar teknologi yang seringkali diasosiasikan dengan laboratorium ilmiah ini dapat diaplikasikan secara praktis dalam keseharian aktivitas nelayan tradisional.
Ali, Ketua Kelompok Nelayan Argawana, mengungkapkan bahwa pelatihan ini sangat menjawab keresahan yang selama ini dirasakan oleh para nelayan. Ia mengakui pentingnya pengalaman turun-temurun, namun perubahan cuaca yang mendadak seringkali membuat keputusan untuk melaut menjadi sebuah pertaruhan besar.
“Dengan alat seperti weather station dan refraktometer, kami tidak lagi menebak-nebak. Kami bisa melihat kondisi laut secara lebih jelas. Ini bukan hanya soal hasil tangkapan, tetapi soal keselamatan,” tuturnya dengan penuh keyakinan.
Pendampingan Berkelanjutan dan Dampak Jangka Panjang
Program inovatif ini tidak berhenti pada sesi pelatihan satu hari. Tim Untirta berkomitmen untuk memberikan pendampingan berkelanjutan kepada para nelayan. Bentuk pendampingan ini meliputi:
- Monitoring Pencatatan Harian: Nelayan akan dibimbing untuk mencatat data lingkungan secara rutin.
- Evaluasi Bulanan: Dilakukan pertemuan berkala untuk mengevaluasi data yang terkumpul dan membahas tantangan yang dihadapi.
- Publikasi Data: Hasil pemantauan akan dipublikasikan melalui papan informasi cuaca desa, sehingga dapat diakses oleh seluruh warga.
Seluruh data yang berhasil dikumpulkan tidak hanya bermanfaat langsung bagi para nelayan dalam pengambilan keputusan melaut, tetapi juga akan menjadi sumber informasi berharga bagi pemerintah desa, dinas teknis terkait, hingga lembaga penelitian. Data ini akan mendukung perencanaan pengelolaan wilayah pesisir yang lebih baik dan berbasis bukti.
Di tengah diskursus yang berkembang pesat mengenai transformasi digital, modernisasi sektor kelautan, dan peningkatan literasi ilmiah di masyarakat, program pengabdian ini menunjukkan bagaimana intervensi teknologi yang tepat sasaran dan disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat akar rumput dapat menghasilkan dampak yang signifikan. Pendekatan ko-kreasi yang diterapkan memastikan bahwa transfer teknologi berjalan secara dua arah, dibangun melalui dialog yang menghargai kearifan lokal dan cara hidup masyarakat pesisir.
Secara nasional, inisiatif yang diusung oleh Untirta ini sejalan dengan agenda pemerintah dalam memperkuat ketangguhan masyarakat pesisir, yang merupakan garda terdepan dalam ketahanan pangan laut Indonesia. Dalam menghadapi ketidakpastian iklim global, program-program semacam ini menegaskan bahwa strategi adaptasi yang efektif tidak hanya bergantung pada pembangunan infrastruktur fisik berskala besar, tetapi juga pada peningkatan kapasitas sumber daya manusia di tingkat komunitas yang paling dekat dengan sumber daya laut.
Dengan terintegrasinya teknologi pemantauan lingkungan ke dalam kegiatan sehari-hari nelayan di desa-desa pesisir seperti Argawana, para nelayan tidak hanya berperan sebagai pengguna informasi, tetapi menjadi bagian integral dari ekosistem data nasional. Penguatan konsep citizen science di wilayah pesisir berpotensi menjadi model baru untuk memantau perubahan iklim dengan tingkat presisi yang lebih tinggi, sekaligus mendorong pengembangan strategi pengelolaan laut yang lebih inklusif dan berlandaskan pengetahuan.
Program ini menjadi bukti nyata bagaimana institusi pendidikan tinggi dapat berperan aktif dalam menjembatani kesenjangan antara dunia sains, teknologi, dan masyarakat. Lebih dari itu, ia menunjukkan bahwa upaya memperkuat ketahanan pesisir tidak selalu membutuhkan teknologi yang paling canggih; yang terpenting adalah teknologi yang relevan, tepat guna, dan dapat dioperasikan secara mandiri oleh masyarakat. Di Puloampel, langkah awal menuju masa depan pesisir yang lebih tangguh telah berhasil dimulai.
Posting Komentar