Tenaga Ahli KPK Menerima Rp 200 Juta dari Adhi Kismanto Setelah Membuat Perangkat Lunak Rahasia

JAKARTA, medkomsubang Raihan (22), staf ahli di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), menerima uang Rp 200 juta dari terdakwa Adhi Kismanto usai membuat perangkat lunak Clandestine yang dirancang untuk mengumpulkan atau meng- merayap Situs-situs perjudian online (judol).
Perangkat Lunak ini dibuat Raihan berdasarkan kesepakatan personal dengan Adhi karena yang saat itu mengaku mempunyai proyek dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), kini bernama Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi).
Hal tersebut diungkapkan Raihan saat dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan sebagai saksi dalam sidang kasus melindungi situs judol agar tidak terblokir Kementerian Kominfo, klaster koordinator.
Dalam kasus ini, Raihan berperan sebagai pengembang perangkat lunak Misterius dan tidak terlibat dalam pengoperasiannya.
Raihan menceritakan bahwa dia telah mengenal Adhi sejak tahun 2021 karena sering bekerja sama dalam pembuatan perangkat lunak Teknologi Informasi (TI) atau aplikasi. Setelah sudah tidak lama bersua, keduanya bertemu pada akhir 2023.
Dalam kesempatan itu, Adhi meminta Raihan untuk membuat perangkat lunak Kegiatan rahasia yang dibutuhkan oleh Kominfo untuk meng- merayap Situs-situs judi online kemudian diblokir.
Saya bagian dari pengembangan kata Raihan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Rabu (18/6/2025),
Meskipun begitu, pada saat itu Raihan belum mengetahui dengan pasti apakah Adhi sudah bekerja sebagai tenaga ahli di Kementerian Kominfo atau belum.
Karena saya sudah hilang Kontak beberapa tahun, baru berhubungan lagi. Namun saya belum tahu apakah dia sudah bekerja di Kominfo atau belum. Tapi yang saya tahu, dia memiliki proyek di Kominfo," ujarnya.
Meskipun demikian, Adhi menjadikan kecanduan judi online oleh seorang tukang parkir sebagai latar belakang cerita dengan tujuan untuk membuat perangkat lunak Sembunyi-sembunyi melalui Raihan.
Dia pernah cerita kepada saya, dia cukup sedih melihat tukang parkir bermain judi. online Tukang parkir kan enggak ada duitnya, terus ditipu lagi dengan judi online . Akhirnya dia makin sengsara'. Dari situ saya, 'oh iya benar juga', saya juga ikut tergerak kalau ini harus dijadikan,” ungkap dia.
Sepengetahuan Raihan, perangkat lunak Clandestine ini akan digunakan oleh sebuah tim bernama "Tim Galaxy". Namun, ia mengaku tidak mengetahui secara pasti apakah tim tersebut merupakan bagian dari struktur resmi Kominfo atau hanya tim yang dibentuk oleh Adhi.
Saya tidak diceritakan secara detail. Tapi, yang saya tahu, yang diceritakan dia adalah, Tim Galaxy ini tugasnya untuk memverifikasi apakah <link> yang dihasilkan oleh tools "Clandestine ini apakah merupakan situs judi atau bukan," ungkap dia.
Dari pembuatan perangkat lunak Clandestine ini, Raihan mendapatkan pembayaran senilai Rp 200 juta.
Saya pernah menerima pembayaran sebesar Rp 200 juta dari Adhi Kismanto. Untuk nilai pagunya atau hal lainnya, saya kurang tahu, karena saya hanya bekerja sama dengan Adhi Kismanto. Jadi, saya negosiasi-negosiasi harganya melalui Adhi Kismanto," tegas dia.
Usai perangkat lunak Clandestine dibuat dan digunakan, Adhi sempat beberapa kali memberi kabar kepada Raihan mengenai performa perangkat lunak tersebut.
“Adhi Kismanto pernah menceritakan kepada saya, ketika biaya jalan tol Clandestine ini digunakan, dia bisa meng- merayap sampai 100.000 link setiap hari, yang akan datang nanti, dari Tim Galaxy, kata Adhi, akan diverifikasi lagi," jelasnya.
Raihan memastikan, perangkat lunak Clandestine juga dapat mengumpulkan konten-konten ilegal seperti pornografi. Namun, dia juga memastikan, alat ini tidak dapat dipergunakan untuk menjalani praktik membekingi situs judi online agar tidak terblokir oleh Kementerian Kominfo.
Sebagaimana dilaporkan sebelumnya, setidaknya ada empat klaster dalam kasus perlindungan situs judol agar tidak terblokir oleh Kementerian Kominfo yang saat ini sedang berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
Klaster pertama adalah koordinator dengan terdakwa Adhi Kismanto, Zulkarnaen Apriliantony alias Tony, Muhrijan alias Agus, dan Alwin Jabarti Kiemas.
Kluster kedua para eks pegawai Kementerian Kominfo, yakni terdakwa Denden Imadudin Soleh, Fakhri Dzulfiqar, Riko Rasota Rahmada, Syamsul Arifin, Yudha Rahman Setiadi, Yoga Priyanka Sihombing, Reyga Radika, Muhammad Abindra Putra Tayip N, dan Radyka Prima Wicaksana.
Klaster ketiga yaitu agen situs judol. Para terdakwa terdiri dari Muchlis, Deny Maryono, Harry Efendy, Helmi Fernando, Bernard alias Otoy, Budianto Salim, Bennihardi, Ferry alias William alias Acai.
Klaster keempat tindak pidana pencurian uang (TPPU) atau para penampung hasil melindungi situs judol. Para terdakwa yang baru diketahui adalah Darmawati dan Adriana Angela Brigita.
Dalam perkara dengan terdakwa klaster koordinator, para terdakwa dikenakan Pasal 27 ayat (2) jo. Pasal 45 ayat (3) Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Serta juga Pasal 303 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Posting Komentar