Kompolnas: Kasus Dahlan Iskan Perlu Dievaluasi?

, JakartaKompolnas sedang mengawasi kinerja Polda Jatim.Kompolnasseiring dengan ditetapkannya status sebagai wartawan senior Dahlan Iskansebagai orang yang statusnya tiba-tiba berubah menjadi tersangka hanya dalam beberapa jam.
“Bagaimana bisa muncul dua surat dengan nomor yang sama, dengan tanggal yang sama, tapi substansinya berbeda,” kata Komisioner Kompolnas Choirul Anam saat dihubungi pada Jumat, 11 Juli 2025.
Anam mengacu pada terbitnya dua surat keputusan yang...nomor dan tanggal sama, tapi substansinya beda.
Surat pertama menyebutkan bahwa mantan Direktur Utama Jawa Pos Group Dahlan Iskan dan mantan Direktur Jawa Pos Group Nanny Widjaja sebagai tersangka kasus dugaan penggelapan atas laporan direksi Jawa Pos Group Rudy Ahmad Syafei Harahap pada 13 September 2024.
Namun tak lama berselang muncul surat dengan nomor dan tanggal sama tentang penetapan Nanny Widjaja sebagai tersangka, sedangkan nama Dahlan Iskan tidak ada lagi.
Karena itu, menurut Anam Komisi Kepolisian Nasional mendesak Inspektorat Pengawasan Daerah Bidang Profesi dan Pengamanan Polda Jawa Timur memeriksa prosedur penetapan Dahlan Iskan sebagai tersangka kasus dugaan penggelapan.
Choirul Anam menyatakan bahwa Itwasda dan Bidpropam Polda Jawa Timur sebaiknya meninjau kembali prosedur serta pengelolaan internal di Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Jawa Timur yang dinilai kurang terbuka dalam proses penetapan tersangka.
Anam berpendapat bahwa penetapan suatu kejadian sebagai tindak pidana harus melalui proses yang transparan, termasuk pelaksanaan gelar perkara. Hal ini dikarenakan adanya dua Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) dengan nomor identik, tetapi menetapkan orang yang berbeda sebagai tersangka. Surat tersebut dikeluarkan pada hari Senin, 7 Juli 2025.
"Oleh karena itu, Direktur Reserse Kriminal Umum wajib memberikan penjelasan terkait hal ini, sebab masalah ini sangat penting. Penjatuhan hukuman dalam kasus ini akan berdampak besar di kemudian hari," ujarnya.
Secara terpisah, pengacara Dahlan Iskan, Johanes Dipa, menyatakan bahwa pihaknya tidak menerima undangan untuk menghadiri gelar perkara yang diadakan oleh Polda Jawa Timur. Johanes menambahkan bahwa kliennya juga tidak mengetahui statusnya sebagai tersangka dalam kasus dugaan penggelapan.
"Kami malah baru mengetahui adanya penetapan tersangka ini. Bahkan, saat rapat penentuan status hukum perkara pun kami tidak dilibatkan," ujarnya ketika dihubungi.Tempo Hari Selasa, tanggal 8 Juli 2025.
Johanes menyatakan bahwa mereka sudah mengajukan permohonan kepada penyidik untuk menunda sementara kasus ini. Alasan pengajuan tersebut adalah karena Dahlan Iskan masih terlibat dalam perselisihan hukum perdata.
Dahlan Iskan kini berstatus tersangka terkait kasus dugaan pemalsuan dokumen dan penggelapan. Status tersangka ini diberikan setelah adanya laporan dari Rudy Ahmad Syafei Harahap pada tanggal 13 September 2024.
Pada tanggal 2 Juli 2025, polisi mengadakan sidang perkara yang berujung pada saran agar Dahlan Iskan ditetapkan sebagai tersangka. "Status Saudara Dahlan Iskan dinaikkan dari saksi menjadi tersangka," demikian bunyi dokumen yang ditandatangani oleh Kepala Sub Direktorat I Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Jawa Timur, Ajun Komisaris Besar Arief Vidy, pada hari Senin, 7 Juli 2025.
Selain Dahlan, polisi di Jawa Timur juga menetapkan Nany Wijaya, mantan Direktur Jawa Pos, sebagai tersangka. Kedua tersangka akan dipanggil oleh penyidik untuk diperiksa lebih lanjut, dan beberapa barang bukti terkait kasus ini akan disita.
Dahlan dituduh melanggar beberapa pasal, yaitu Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan surat, Pasal 374 KUHP jo. Pasal 372 KUHP jo. Pasal 55 KUHP tentang penggelapan dalam jabatan, penggelapan, dan atau pencucian uang.
Dahlan Gugat Jawa Pos
Dahlan Iskan pernah melayangkan gugatan senilai Rp 100 miliar kepada Jawa Pos Group. Gugatan perdata itu dilatarbelakangi oleh fakta bahwa Dahlan, selaku pemegang saham, tidak mendapatkan informasi mengenai hasil Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Menurut Detik, dokumen itu sangat penting bagi Dahlan Iskan sebagai bahan pembelaan diri dalam menghadapi laporan polisi yang menjerat wartawan senior tersebut di Polda Jatim, dengan nomor LP/B/546/IX/2024/SPKT/POLDA, yang diajukan oleh PT. Jawa Pos dan menyebabkan statusnya menjadi tersangka saat ini.
Johanes Dipa, pengacara Dahlan Iskan, menyatakan bahwa gugatan tersebut dilayangkan karena kliennya, yang telah menjadi pemegang saham PT. Jawa Pos sejak tahun 1985, belum juga menerima dokumen-dokumen krusial yang dibutuhkannya. Terutama, catatan dan notulen Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), baik yang diadakan setiap tahun maupun yang bersifat insidental, dari tahun 1990 sampai 2017.
Kimham Pentakosta, pengacara PT. Jawa Pos, menampik sangkaan itu dan menegaskan bahwa seluruh hak para pemegang saham sudah dipenuhi, termasuk hak Dahlan Iskan.
Ketika dua gugatan itu sedang disidangkan, Dahlan Iskan kembali mengajukan gugatan perdata melalui Pengadilan Negeri Surabaya dalam bentuk Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Sidang perdana akan digelar 14 Juli mendatang.
Menurut laporan Inilah,Alasan Dahlan mengajukan gugatan adalah karena ia berpendapat bahwa Jawa Pos masih berutang kepadanya sejumlah Rp 54,5 miliar. Jumlah tersebut merupakan selisih dari pembagian keuntungan (dividen) yang seharusnya menjadi haknya sebagai pemilik saham.
Namun, menurut kuasa hukum PT Jawa Pos, Leslie Sajogo, keputusan mengenai pembagian dividen telah disepakati secara bulat dalam RUPS tahun 2003, 2006, 2012, dan 2016—termasuk oleh Dahlan sendiri ketika masih menjabat sebagai Direktur Utama.
Kontroversi Penyitaan Aset Marcella Santoso yang Jumlahnya Lebih Besar dari Kerugian Korupsi.
Posting Komentar