Fakta Hak Cipta Lagu Indonesia Raya, Bebas Royalti

JAKARTA, - Lagu "Indonesia Raya" yang diciptakan Wage Rudolf Seopratman merupakan simbol pemersatu dan kebanggaan bangsa Indonesia yang selalu berkumandang dalam setiap upacara kenegaraan dan momen-momen penting lainnya.
Namun, di balik alunan musiknya yang khidmat dan liriknya yang membangkitkan semangat nasionalisme, tersimpan berbagai fakta menarik dan polemik yang menyertainya, termasuk perihal royalti.
Polemik seputar royalti "Indonesia Raya"
Sebagai sebuah karya cipta, "Indonesia Raya" tidak luput dari perbincangan mengenai hak cipta dan royalti.
Belakangan, sempat muncul polemik di masyarakat terkait pernyataan dari Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) yang menyebutkan bahwa penggunaan lagu "Indonesia Raya" untuk kepentingan komersial wajib membayar royalti.
Pernyataan ini sontak menuai kecaman dari publik yang menganggap bahwa lagu kebangsaan tidak sepantasnya dikomersialkan.
Menanggapi hal tersebut, LMKN kemudian memberikan klarifikasi bahwa lagu "Indonesia Raya" tidak dikenai royalti karena statusnya yang telah menjadi milik publik (public domain).
Meskipun hak ekonomi atau royalti tidak berlaku lagi, hak moral WR Supratman sebagai pencipta lagu tetap harus dihormati.
Ini artinya adalah nama WR Supratman harus selalu dicantumkan setiap kali lagu "Indonesia Raya" digunakan.
Penggunaan lagu "Indonesia Raya" untuk kegiatan kenegaraan, upacara, dan pendidikan dipastikan tidak akan dikenakan royalti dalam bentuk apapun.
Klarifikasi keluarga soal royalti "Indonesia Raya"
Perwakilan keluarga WR Soepratman, Endang WJ Turk, menegaskan lagu "Indonesia Raya" tidak ditarik rolyati.
Hak cipta lagu kebangsaan "Indonesia Raya" telah diserahkan sepenuhnya kepada Pemerintah Republik Indonesia tanpa syarat oleh empat orang ahli waris almarhum W.R. Supratman.
Keempat ahli waris itu adalah Roekijem Soepratijah, Roekinah Soepratirah, Ngadini Soepratini dan Gijem Soepratinah.
"Kami juga menegaskan bahwa seluruh karya W.R. Soepratman telah masuk domain publik sejak tahun 2009, karena telah lebih dari 70 tahun sejak beliau wafat," kata Endang dalam keterangan tertulis, Jumat (22/8/2025).
Aturan tentang hak cipta "Indonesia raya"
Peraturan mengenai penggunaan lagu kebangsaan ini pun telah diatur secara khusus dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan.
Adapun dasar hukum atas penyerahan hak cipta itu sudah tertuang dalam Surat Keputusan Menteri P.P. dan K tanggal 25 Desember 1957, No. 129599/D. dan Surat Putusan Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan tanggal 14 Maret 1960.
Keempat ahli waris saat itu mendapatkan pemberian hadiah berupa uang sebesar Rp 250.000 sebagai tanda penghargaan.
Jika dikonversikan ke nilai emas saat ini, jumlah tersebut setara dengan kurang lebih Rp 6,4 miliar, atau sekitar Rp 1,6 miliar per ahli waris.
Dengan demikian, seluruh hak cipta lagu Indonesia Raya telah diserahkan kepada negara secara penuh dan tanpa syarat.
Sementara itu, dalam UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta pada pasal 43 disebutkan tentang lagu kebangsaan.
Pasal 43 menegaskan bahwa pengumuman, distribusi, atau penggandaan lagu kebangsaan sesuai versi aslinya bukan pelanggaran hak cipta.
Artinya, siapa pun dapat membawakan lagu kebangsaan tanpa harus membayar royalti, asalkan tidak diubah dari versi resminya.
Lagu "Indonesia Raya" juga termasuk public domain karena penciptanya telah meninggal dunia lebih dari 70 tahun lalu.
Sejarah panjang lahirnya lagu pemersatu bangsa
"Indonesia Raya" diciptakan oleh seorang komponis muda jenius bernama Wage Rudolf Supratman.
Pria yang juga berprofesi sebagai wartawan ini merasa tergugah untuk menciptakan lagu kebangsaan setelah membaca sebuah artikel di majalah Timboel terbitan Solo pada tahun 1924.
Artikel tersebut menantang komponis-komponis Indonesia untuk menciptakan lagu kebangsaan yang dapat membangkitkan semangat rakyat.
Pada tahun 1928, di usianya yang ke-25, WR Supratman berhasil menggubah lagu "Indonesia Raya".
Lagu ini pertama kali diperdengarkan di depan khalayak umum pada Kongres Pemuda II di Batavia (sekarang Jakarta) pada tanggal 28 Oktober 1928.
Uniknya, untuk menghindari represi dari pemerintah kolonial Hindia Belanda, "Indonesia Raya" saat itu dimainkan secara instrumental dengan alunan biola oleh WR Supratman sendiri.
Teks lagu "Indonesia Raya" pertama kali dipublikasikan oleh surat kabar Tionghoa berbahasa Melayu, Sin Po, pada edisi 10 November 1928.
Sejak saat itu, lagu ini dengan cepat terkenal di kalangan pergerakan nasional dan selalu dinyanyikan dalam setiap kongres dan pertemuan partai politik.
Popularitas lagu ini membuat pemerintah kolonial Hindia Belanda merasa terancam dan akhirnya melarang lagu ini dinyanyikan atau diperdengarkan di muka publik pada tahun 1930.
Lagu "Indonesia Raya" yang kita kenal saat ini sebenarnya hanya terdiri dari satu stanza dari total tiga stanza yang diciptakan oleh WR Supratman.
Penetapan satu stanza sebagai lagu kebangsaan resmi dilakukan oleh Panitia Lagu Kebangsaan Indonesia yang diketuai oleh Soekarno.
Selain itu, lagu ini telah mengalami beberapa kali aransemen.
Aransemen yang sering kita dengar saat ini adalah karya Jos Cleber pada tahun 1950 yang mendapat masukan langsung dari Presiden Soekarno.
Demikian fakta tentang royalti lagu "Indonesia Raya". Artinya, lagu "Indonesia Raya" bebas dinyanyikan di mana saja tanpa perlu membayar royalti.
Posting Komentar