Self-Compassion, Rahasia Menghadapi Stres Harian Tanpa Harus Terjebak Overthinking

– Stres merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan modern. Baik pelajar, pekerja, maupun orang tua rumah tangga kerap menghadapi tekanan dari berbagai arah. Namun, belakangan para ahli psikologi menekankan pentingnya self-compassion atau sikap penuh kasih kepada diri sendiri sebagai strategi efektif untuk mengelola stres sehari-hari.
Menurut Alodokter, self-compassion adalah kemampuan untuk menerima diri sendiri dengan penuh kebaikan, bahkan saat menghadapi kegagalan atau situasi sulit. Alih-alih mengkritik diri secara berlebihan, sikap ini mendorong seseorang untuk memberi ruang bagi diri sendiri agar bisa pulih dan belajar dari pengalaman.
Situs Psikologi Universitas Airlangga menambahkan, self-compassion bukan sekadar “memanjakan diri,” melainkan seni merangkul diri sendiri agar mampu bertahan di tengah masa sulit. Sikap ini melibatkan tiga aspek utama, yakni kebaikan terhadap diri (self-kindness), kesadaran bahwa penderitaan adalah bagian dari kehidupan manusia (common humanity), serta kesadaran penuh (mindfulness).
Mengapa Self-Compassion Penting?
Penelitian yang diterbitkan dalam Journal of Positive Psychology menunjukkan bahwa individu dengan tingkat self-compassion tinggi cenderung memiliki tingkat stres lebih rendah, kesehatan mental lebih baik, serta hubungan sosial yang lebih positif. Hal ini karena mereka tidak terus-menerus terjebak dalam rasa bersalah, melainkan mampu memandang diri dengan lebih objektif.
Hello Sehat menuliskan bahwa praktik self-compassion dapat membantu menurunkan risiko depresi, kecemasan, hingga burnout. Saat seseorang menerima dirinya apa adanya, beban psikologis menjadi lebih ringan. Sebaliknya, orang yang terus-menerus mengkritik dirinya justru lebih mudah terjebak dalam lingkaran stres.
Bagaimana Self-Compassion Dapat Diterapkan?
Praktik self-compassion bisa dilakukan melalui langkah sederhana. Positive Psychology memberikan panduan, misalnya dengan berbicara pada diri sendiri menggunakan bahasa yang lembut, bukan menghakimi. Contoh: mengganti kalimat “Aku gagal total” dengan “Aku sedang belajar, wajar jika ada kesalahan.”
Selain itu, jurnal Intervensi Psikologi Universitas Islam Indonesia menjelaskan teknik latihan seperti menulis surat untuk diri sendiri. Dalam surat tersebut, individu diminta menuangkan rasa empati kepada dirinya, seakan sedang menulis untuk sahabat yang mengalami kesulitan. Cara ini terbukti membantu meredakan emosi negatif.
Meditasi berbasis mindfulness juga menjadi salah satu strategi populer. Dengan berfokus pada napas dan menyadari emosi yang muncul tanpa menghakimi, seseorang dapat melatih kesabaran sekaligus menerima keadaan dengan lebih lapang.
Dampak Positif pada Kehidupan Sehari-hari
Self-compassion tidak hanya berpengaruh pada kesehatan mental, tetapi juga berdampak pada produktivitas. Riset yang dipublikasikan di Psikogenesis Universitas YARSI menunjukkan bahwa mahasiswa dengan tingkat self-compassion tinggi mampu mengatur waktu lebih baik dan tidak mudah menyerah saat menghadapi tantangan akademik.
Hal serupa juga ditemukan dalam penelitian di Mindset Journal Universitas Pancasila, yang menyebutkan bahwa pekerja dengan self-compassion cenderung memiliki tingkat motivasi lebih stabil meski berada di bawah tekanan pekerjaan.
Tantangan dalam Menerapkan Self-Compassion
Meski terdengar sederhana, praktik self-compassion sering kali tidak mudah dilakukan. Banyak orang masih menganggap bahwa bersikap baik pada diri sendiri adalah bentuk kelemahan atau sikap manja. Padahal, menurut penelitian di Journal of Clinical Psychology, orang yang menolak memberi ruang bagi dirinya sendiri justru lebih rentan mengalami kelelahan emosional (emotional exhaustion).
Di Indonesia sendiri, stigma terhadap kesehatan mental juga membuat sebagian orang enggan mengakui bahwa mereka membutuhkan waktu untuk diri sendiri. Oleh karena itu, penting adanya edukasi publik mengenai manfaat self-compassion agar masyarakat tidak hanya fokus pada produktivitas, tetapi juga keseimbangan hidup.
Psikolog klinis pun menegaskan bahwa self-compassion bukan alasan untuk menghindari tanggung jawab, melainkan cara untuk memulihkan energi agar seseorang mampu kembali menghadapi tantangan dengan lebih sehat. Dengan kata lain, praktik ini membantu menciptakan pola hidup yang lebih berkelanjutan—bukan hanya sekedar mengejar target jangka pendek.
Posting Komentar