Silsilah Pendiri Pondok Pesantren Lirboyo dan Warisan Keilmuannya yang Disorot Akibat Kasus Trans7

- Kasus pemberitaan Trans7 yang menyinggung Pondok Pesantren Lirboyo sempat menuai reaksi keras dari kalangan santri dan masyarakat pesantren. Tayangan yang dianggap tidak menghormati ulama sepuh itu memicu gelombang kritik hingga munculnya seruan boikot terhadap stasiun televisi tersebut. Banyak pihak menilai, penyajian narasi yang keliru bukan hanya mencederai perasaan warga pesantren, tetapi juga melupakan jasa besar para pendiri Lirboyo yang telah berkontribusi dalam mencetak generasi alim dan berakhlakul karimah di Indonesia.
Untuk memahami mengapa sosok Kiai dan pesantren ini begitu dihormati, penting menelusuri sejarah dan silsilah pendirinya, KH. Abdul Karim Manab Lirboyo.
Sejarah Pondok Pesantren Lirboyo dan Sosok Pendirinya
Pondok Pesantren Lirboyo di Kediri, Jawa Timur, merupakan salah satu lembaga pendidikan Islam tertua dan paling berpengaruh di Indonesia.
Didirikan oleh KH. Abdul Karim Manab pada awal abad ke-20, pesantren ini menjadi pusat pendidikan berbasis kitab kuning dan fiqih yang melahirkan banyak ulama besar.
Para santri dari berbagai penjuru Nusantara datang ke Lirboyo bukan hanya untuk menuntut ilmu, tetapi juga meneladani akhlak para pengasuhnya yang dikenal zuhud, tawadhu, dan berpegang teguh pada ajaran Ahlussunnah wal Jamaah.
Hingga kini, ajaran dan keteguhan sanad keilmuan Lirboyo masih menjadi rujukan banyak pesantren tradisional di Indonesia.
KH. Abdul Karim Manab lahir pada tahun 1856 di Desa Diangan, Kawedanan Mertoyudan, Magelang, Jawa Tengah.
Ia merupakan putra ketiga dari pasangan Kiai Abdurrahim dan Nyai Salamah.
Ayahnya dikenal sebagai seorang petani yang kemudian beralih menjadi pedagang di Pasar Muntilan, sekitar 10 kilometer dari Magelang.
Sejak kecil, Abdul Karim menunjukkan kecerdasan dan kesungguhan dalam menuntut ilmu agama.
Meski hidup sederhana, keluarganya menanamkan nilai-nilai religius dan etos kerja keras yang kelak membentuk pribadi pendiri pesantren besar tersebut.
Dalam perjalanan hidupnya, Kiai Abdul Karim menimba ilmu di berbagai pesantren ternama di Jawa.
Salah satunya adalah Pondok Pesantren Tebuireng di Jombang, di bawah bimbingan Hadratussyaikh Kiai Hasyim Asy’ari, pendiri Nahdlatul Ulama.
Dari sinilah, ia banyak menyerap nilai-nilai keilmuan, kedisiplinan, serta semangat dakwah yang berpadu dengan sikap tasamuh (toleransi) khas ulama pesantren.
Keilmuan yang diperoleh dari Tebuireng menjadi bekal penting saat ia mendirikan Lirboyo di Kediri, yang kemudian menjadi salah satu basis kuat penyebaran ajaran Ahlussunnah wal Jamaah di Jawa Timur.
Keluarga KH. Abdul Karim Manab dan Keturunannya
Kiai Haji Abdul Karim Manab kemudian menikah dengan Nyai Hajah Siti Khadijah, atau lebih dikenal dengan Nyai Hajah Ghomroh, putri dari Kiai Haji Saleh Banjarmelati, seorang ulama besar Kediri yang memiliki pengaruh besar terhadap perkembangan pesantren di wilayah tersebut.
Kiai Saleh adalah tokoh penting yang keturunannya banyak menjadi pengasuh pesantren di Kediri, seperti Pondok Lirboyo, Kedunglo, Jampes, Batokan, dan Mojo.
Pernikahan antara Abdul Karim dan Siti Khadijah merupakan hasil perjodohan yang difasilitasi oleh Kiai Kholil Bangkalan, seorang ulama karismatik yang dikenal sebagai guru para kiai di Nusantara.
Dalam perjodohan tersebut, Kiai Saleh memohon bantuan Kiai Kholil untuk mencarikan jodoh bagi putrinya.
Kiai Kholil kemudian menunjuk Kiai Abdul Karim yang saat itu sedang menuntut ilmu di Tebuireng.
Dari pernikahan tersebut, Kiai Abdul Karim dikaruniai beberapa anak yang kelak meneruskan perjuangan dakwah dan pendidikan di Lirboyo.
Di antaranya adalah Nyai Hanah, yang menikah dengan Kiai Abdullah, serta Nyai Aminah, yang bersuamikan Kiai Mansur Anwar.
Dari pasangan terakhir inilah lahir Kiai Muhammad Anwar Manshur, tokoh yang kini dikenal sebagai pengasuh Pondok Pesantren Lirboyo dan menjadi figur sentral dalam kasus yang sempat disorot Trans7.
Kiai Anwar Manshur lahir pada tahun 1907 di Jombang, sebagai cucu langsung dari pendiri Lirboyo.
Silsilah keluarga Lirboyo menunjukkan keterhubungan kuat antarulama pesantren di Jawa Timur dan Jawa Tengah.
Garis keturunan ini bukan hanya menunjukkan hubungan darah, tetapi juga kesinambungan sanad keilmuan dan spiritualitas yang menjadi ciri khas pesantren tradisional.
Kiai Abdul Karim mewariskan semangat keikhlasan dan pengabdian kepada umat, sementara keturunannya menjaga amanah tersebut melalui pendidikan, dakwah, dan keteladanan moral.
Dengan latar sejarah yang demikian panjang dan penuh perjuangan, wajar jika masyarakat pesantren merasa terusik ketika nama Lirboyo atau ulama besar seperti Kiai Anwar Manshur diberitakan secara tidak proporsional.
Bagi santri, penghormatan terhadap guru dan pendiri pesantren adalah bagian dari adab dan kehormatan ilmu.
Maka, memahami silsilah pendiri Lirboyo bukan sekadar mengenang sejarah, tetapi juga mengingatkan publik akan pentingnya menjaga marwah ulama yang telah menjadi pilar spiritual bangsa.***
Posting Komentar