News Breaking
MEDKOM LIVE
wb_sunny

Breaking News

Peringatan Santo dan Santa Pelindung 3 November 2025

Peringatan Santo dan Santa Pelindung 3 November 2025

Peringatan Santo dan Santa Pelindung 3 November 2025
Ringkasan Berita:
  • Santo Martinus de Porres menjadi teladan dalam sikap rendah hati, kasih sayang, serta pelayanan kepada para miskin, sakit, dan yang terabaikan tanpa memperhatikan ras atau posisi sosial mereka.
  • Santo Hubertus membuktikan bahwa pertemuan dengan Tuhan mampu mengubah jiwa manusia. Dari seorang pemburu yang lalai, ia berubah menjadi seorang uskup yang saleh dan membawa banyak orang ke dalam iman.
  • Santo Malakios dari Armagh merupakan teladan seorang imam yang setia dalam membangun kembali kehidupan rohani Gereja serta tekun berdoa untuk jiwa-jiwa yang sedang menjalani Api Penyucian.
 

, MAUMERE -Perhatikanlah peringatan Santo dan Santa Pelindung pada hari Senin, 3 November 2025.

Santo Martinus dari Porrez, Pemimpin Iman

Santo Martinus dari Porrez lahir di kota Lima, Peru pada 9 Desember 1579.

anak yang tidak sah dari pernikahan rahasia seorang bangsawan Spanyol yang tinggal di Peru bersama seorang wanita kulit hitam.

 

Hidup yang Saleh

Lelaki itu tidak mengakui dirinya sebagai ayah, sehingga sejak kecil Martin bersama saudaranya dibesarkan oleh ibunya. Sejak masa kecilnya, Martin telah menunjukkan suatu cara hidup yang baik dan taat. Ia rajin berdoa serta memiliki rasa prihatin yang besar terhadap orang-orang yang sakit dan miskin. Bahkan seiring dengan pertumbuhannya, ia mulai menyadari bahwa seseorang yang berkenan kepada Tuhan bukanlah yang memiliki kulit putih, melainkan yang memiliki jiwa yang bersih.

Setelah mendengar kabar mengenai prestasi luar biasa Martin, ayahnya kembali hidup bersama ibunya dan mengakui Martin sebagai anaknya. Ketika Martin berusia 12 tahun, ayahnya memasukkannya ke sekolah. Karena Martin ingin menjadi dokter, ia memberi izin kepada Martin untuk bekerja sambil belajar di bawah seorang ahli bedah. Setelah nantinya menjadi seorang biarawan, ilmu dan pengalamannya dalam bidang medis sangat berguna baginya dalam membantu orang-orang yang sakit. Sementara itu, kehidupan rohaninya terus berkembang. Doa dan Perayaan Misa menjadi bagian wajib dari kehidupannya setiap hari. Rasa prihatin dan semangat pelayanannya terhadap sesama yang kurang beruntung tetap menyala. Untuk lebih fokus pada kepentingan sesama, ia berkeinginan menjadi seorang biarawan.

Untuk mewujudkan impiannya, pada usia 15 tahun ia meminta bekerja sebagai pelayan di biara Rosario, Lima tanpa mengharapkan upah. Di tempat itu, ia bergabung dengan Ordo Ketiga Dominikan. Banyak orang, terutama pemimpin biara, tertarik pada kepribadian Martin yang saleh dan rajin bekerja. Setelah 9 tahun melayani umat, ia menjadi seorang bruder awam berdasarkan permintaan pemimpin biara. Ia diberi tugas-tugas sosial sesuai dengan kemampuannya: mendistribusikan makanan, pakaian, dan obat-obatan kepada warga miskin. Tanpa kenal lelah ia berusaha mengumpulkan dana untuk membantu orang-orang yang sedang kesulitan finansial. Tidak heran, dalam waktu singkat ia sudah dikenal dan dicintai oleh seluruh komunitas. Para orang kaya yang tergerak hatinya memberinya uang dalam jumlah besar untuk membangun sebuah panti asuhan bagi ratusan anak yatim.

Di panti asuhan tersebut, Bruder Martin bertindak sebagai guru dan pembimbing bagi anak-anak, sambil tetap menjalankan perannya sebagai pendamping dan penyemangat orang-orang yang sakit, serta sumber harapan bagi mereka yang sedang kesulitan. Dalam pekerjaannya ini, ia juga menyembuhkan banyak orang secara ajaib, membantu menyelesaikan masalah perkawinan, dan memberi nasihat kepada tokoh-tokoh masyarakat. Ia juga sangat lembut terhadap hewan-hewan, termasuk cacing tanah. Tikus-tikus yang berkeliaran di dalam biara tidak lagi mengganggu berkat perintahnya.

Meskipun ia sibuk dengan berbagai tugas, ia tetap menyisihkan tujuh jam sehari untuk berdoa dan bermeditasi di hadapan Sakramen Mahakudus. Ia memiliki devosi khusus kepada Santa Perawan Maria, sehingga beberapa kali ia melihat penampakan Bunda Maria. Bruder Martin terkenal karena sikap rendah hatinya dan usaha gigihnya dalam menjaga serta membela orang-orang Indian dan Negro. Hal ini mendapat perlawanan keras dari para bangsawan Spanyol di Peru. Akibat perjuangannya tersebut, ia sering dihina dan dikritik sebagai anak tidak sah yang berdarah campur. Namun, ia sama sekali tidak merasa tersakiti, karena ia percaya bahwa segala tindakannya diterima oleh Allah. Prinsip hidupnya adalah bahwa semua manusia diciptakan oleh Allah dan setara di hadapan-Nya.

Selama menjalani kehidupan biara, Martin tidak pernah meminta jubah baru. Ia hanya memiliki satu jubah yang diberikan kepadanya saat ia secara resmi menjadi anggota biara tersebut. Ketika ajalnya mendekat, ia dengan rendah hati memohon sebuah jubah baru. Katanya: "Ini adalah jubah kuburku yang akan kubawa untuk menghadap takhta pengadilan Allah." Tidak lama setelah itu, saudara saleh ini meninggal pada tanggal 3 November 1639, di usia 59 tahun. Jenazahnya dibawa ke makam oleh dua orang uskup, wakil raja Spanyol, dan seorang pejabat tinggi kerajaan. Makamnya dikunjungi banyak pejabat gereja dan pejabat Kerajaan Peru. Ia dianugerahi gelar 'beato' pada tahun 1837 oleh Paus Gregorius XVI (1831-1846) dan diakui sebagai 'saint' pada tanggal 6 Mei 1962 oleh Paus Yohanes XXIII (1958-1963). Ia diangkat sebagai pelindung suci bagi para aktivis dalam perjuangan menghapus diskriminasi rasial.

 

Santo Hubertus, Pengaku Iman

Dalam kitab-kitab para nabi terdapat gambar yang menceritakan pengalaman spiritual Santo Hubertus. Tampak seorang pemburu sedang berlutut di depan seekor rusa jantan besar dengan sebuah salib bersinar di antara tanduknya. Di bawah gambar tersebut tertulis: Santo Hubertus:

Putera bangsawan ini lahir di Belgia. Ayahnya bernama Bertrandus, Pangeran Aquitaino, sedangkan ibunya bernama Hugberna. Sejak kecil Hubert dibesarkan dengan ajaran Kristen oleh orangtuanya. Namun ia tidak terlalu memperhatikan perkembangan spiritualnya. Ia lebih fokus pada hobi yang digemarinya: berburu rusa di hutan. Banyak waktunya dihabiskan untuk berburu. Pada hari Minggu, ia sibuk bersama anjing-anjingnya, membawa panah dan busur untuk pergi berburu, meskipun teman-temannya mengajaknya ke gereja.

Pertobatannya dimulai di hutan belantara, tempat ia mengejar hewan-hewan yang menjadi buruannya. Pada hari itu, yaitu Jumat Agung. Sepanjang hari itu umat Kristen merenungkan penderitaan Yesus. Namun Hubert tidak tergerak sama sekali oleh hari besar ini. Justru ia mempersiapkan anjing-anjingnya, membawa panah dan busur lalu pergi ke hutan untuk berburu. Tapi apa yang terjadi? Hari itu adalah hari sial: ia sendirian di hutan yang lebat dan sunyi; tidak ada satupun kijang yang terlihat. Saat sedang mengeluhkan nasib buruknya, tiba-tiba muncul seekor kijang jantan besar yang berdiri menantangnya di antara semak-semak. Tubuh kijang itu kuat, dan tanduknya besar. Dengan gesit Hubertus segera mengejar mangsanya. Kijang itu berlari hingga lelah lalu tiba-tiba berdiri menantangnya. Hubertus pun berdiri terpaku sambil melihat kijang itu dengan takut. Ia takut karena pada tanduk kijang itu terdapat sebuah salib yang bersinar-sinar.

Pengalaman ini terasa aneh dan ajaib, membuat Hubert kagum sekaligus takut. Ia semakin merasa cemas ketika mendengar kijang itu berkata kepadanya: "Mengapa kau mengejar aku? Bukankah kau sedang merayakan Hari Jumat Suci? Kau menyia-nyiakan hidupmu dengan pekerjaan yang tidak bermakna." Mendengar perkataan itu, Hubert gemetar karena takut. Ia lalu duduk di tanah dan berdoa memohon pengampunan atas dosa-dosanya. Sejak saat itu, ia berjanji untuk mengubah hidupnya dan berniat melayani Yesus Kristus. Kejadian ini baru diketahui orang setelah ia meninggal.

Setelah peristiwa luar biasa tersebut, Hubert menjadi seseorang yang baik. Ia lebih fokus pada kehidupan spiritualnya dengan meningkatkan doa dan puasa. Selanjutnya, ia menjadi seorang biarawan yang melayani Uskup Lambertus di Maastricht, Belanda. Melihat kehidupannya yang saleh, Uskup Lambertus menahbiskannya sebagai imam dan menjadikannya sebagai pembantu uskup. Tidak lama kemudian, Uskup Lambertus yang berani menentang tindakan tidak senonoh para pejabat istana dibunuh secara keji. Hubertlah yang dipilih untuk menggantikan posisinya.

Sebagai seorang uskup, Hubertus sangat giat dalam menjalankan tugasnya. Ia berhasil membawa banyak orang yang masih menyembah berhala di daerah pegunungan Ardenne untuk bertobat. Ia meninggal pada tanggal 30 Mei 727 saat sedang melakukan perjalanan pastoral ke berbagai desa di wilayah keuskupannya. Ia kemudian diangkat sebagai pelindung para pemburu. Mantel yang sering ia pakai hingga kini masih disimpan di Paris. Menurut legenda, seseorang yang digigit anjing gila dapat sembuh jika menyentuh mantel tersebut.

 

Santo Malakios dari Armagh, Pemimpin Iman

Mengenai kepribadian Malakios, Santo Bernardus menulis: "Di antara semua keajaiban Santo Malakios, keajaiban yang paling besar adalah dirinya sendiri." Kalimat ini mengandung makna bahwa kemenangan sempurna atas diri sendiri merupakan suatu hal yang luar biasa, yang hanya dapat kita pahami sebagai anugerah kasih karunia Tuhan.

Malakios O'More lahir di Armagh, Irlandia Utara, pada tahun 1095 dan wafat pada tanggal 2 November 1148. Setelah ditahbiskan sebagai imam pada tahun 1120, ia berupaya keras untuk memperbarui tata cara hidup Gereja Irlandia. Salah satu hal yang mencolok dalam Gereja Irlandia pada masa itu adalah penerapan sistem klen dalam struktur hierarki gerejawi. Jabatan-jabatan tinggi dan rendah dalam administrasi gereja dikuasai oleh keluarga tertentu. Selain itu, ciri khas monastik sangat kental dalam kehidupan Gereja Keltik Irlandia. Pemimpin sekolah-sekolah biara adalah uskup serta orang-orang dari keluarganya sendiri. Ketika terjadi serangan oleh para perompak Denmark, ribuan rahib dibunuh; sebagian lainnya melarikan diri ke luar negeri. Dalam situasi ini, anggota keluarga uskup yang tidak memiliki status keagamaan menjaga kekayaan biara. Kehidupan keagamaan menurun dan biara-biara tidak terawat dengan baik. Orang-orang awam yang menguasai kekayaan biara menganggap kepemimpinan biara sebagai hak warisan.

Salah satu biara yang terkenal adalah biara Bangor di County Down. Paman Malakios, seorang awam, memiliki gelar kehormatan sebagai Abbas di biara tersebut. Pada tahun 1123 ia menyerahkan jabatan itu kepada Malakios. Dengan berbagai cara, Malakios mulai memperbaiki kembali biara tersebut dan melindungi semua miliknya termasuk tanah-tanah. Bersama sepuluh muridnya, ia mulai membangun kembali bangunan-bangunan biara. Karena keberhasilannya, ia ditahbiskan menjadi Uskup Down dan Connor. Dalam posisi ini, ia memiliki wewenang untuk memperbarui Gereja Irlandia dan kehidupan sakramental bagi umat serta menerapkan disiplin hidup para rohaniwan.

Di sisi lain, Celsus, Uskup Armagh, meminta Malakios untuk mengisi kursi keuskupan Armagh, meskipun keluarga Celsus yang selama 100 tahun telah memegang jabatan tersebut menolak keputusan ini. Pada tahun 1139 ia pergi ke Roma untuk menerima pakaian resmi Uskup Agung untuk posisi keuskupan Armagh dan Cashel. Ia singgah di biara Clairvaux, Prancis. Di tempat itu ia bertemu dan berkenalan dengan Santo Bernardus. Ia terkesan dengan cara hidup para biarawan di biara Clairvaux. Baginya, biara tersebut benar-benar mencerminkan surga di bumi. Karena begitu terkesan, ia memohon kepada Paus agar dapat tinggal di sana. Namun Paus Innocentius III (1198-1126) menunjuknya sebagai utusannya ke Irlandia.

Saat kembali ke Irlandia, ia kembali singgah di Clairvaux: Empat orang imamnya tetap berada di sana untuk mempelajari gaya hidup biara menurut tradisi Clairvaux. Kemudian bersama empat imam tersebut, Malakios mendirikan biara Cistercian Mellifont dekat Drogheda, Irlandia. Dengan demikian, Malakios menjadi pendiri dan tokoh awal biara Clairvaux di Irlandia. Setelah selesainya semua tugas yang diberikan Paus kepadanya serta urusan penting terkait pendirian biara itu, Malakios kembali ke Roma untuk melaporkannya kepada Paus. Ia kembali singgah di biara Clairvaux. Namun, di tempat itu ia sakit dan akhirnya meninggal pada tanggal 2 November 1148 dalam pelukan Santo Bernardus. Ia dinyatakan sebagai "saint" pada tahun 1190 oleh Paus Klemens III (1187-1191).

Malakios terkenal sebagai seorang kudus yang sangat menghormati orang-orang yang telah meninggal dan selalu rajin berdoa untuk keselamatan mereka. Ia berupaya agar jenazah-jenazah tersebut dimakamkan dengan cara Kristen. Banyak orang menertawakan dia karena terlalu memperhatikan orang-orang yang sudah tiada. Bahkan saudarinya sendiri juga tidak terkecuali. Tanggal kematian Malakios jatuh pada 2 November, yang merupakan hari peringatan Jiwa-jiwa di Api Penyucian. Tanggal ini sangat tepat bagi Malakios yang selalu berdoa untuk keselamatan Jiwa-jiwa di Api Penyucian. (Sumber imankatolik.com/kgg).

Berita Lainnya di Berita Google

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.

Posting Komentar