Aceh Banjir: Air Bak Tsunami, Logistik Tertahan
Kondisi memprihatinkan melanda Kabupaten Aceh Timur, Provinsi Aceh, akibat bencana banjir dan longsor yang terjadi. Warga yang terdampak kini berjuang bertahan dengan sisa logistik yang ada, sembari menanti uluran tangan bantuan dari pemerintah. Keterbatasan akses dan terputusnya jalur komunikasi serta pasokan listrik memperparah situasi, menjadikan kehidupan sehari-hari sangat sulit.
Abdullah Muhammad Amin, seorang warga Desa Ulee Tanoh, Kecamatan Julok, Kabupaten Aceh Timur, menggambarkan betapa gentingnya kondisi yang dialami masyarakat. Hujan deras yang mengguyur sejak Kamis (27/11/2025) memaksa keluarganya untuk mengungsi dan bertahan di rumah tanpa bisa beraktivitas di luar. Akibatnya, persediaan makanan di rumah menipis hingga hanya mengandalkan sisa bahan makanan yang ada.
"Kami terus mencari logistik setelah air surut dalam beberapa hari terakhir. Barang bantuan belum sampai hingga saat ini. Sampai sekarang belum bisa masuk. Hanya bisa melalui udara. Kami bertahan dengan logistik seadanya," ungkap Abdullah dengan nada prihatin. Keterbatasan akses ini juga diperparah dengan terputusnya pasokan listrik dan jaringan telekomunikasi, membuat komunikasi dengan dunia luar menjadi sangat terbatas. Abdullah baru bisa menghubungi keluarganya di Banda Aceh lima hari pascabencana, tepatnya pada 1 Desember lalu. Ia tak bisa menahan diri untuk membandingkan kondisi ini dengan bencana tsunami yang pernah melanda Aceh, "Sudah seperti tsunami, rumah-rumah nyaris rata air," ujarnya.
Istrinya, Husnul Khatimah Arif, turut menceritakan perjuangan keluarganya dalam menghadapi kelangkaan pangan. Ia dan suaminya bersama dua orang anak terpaksa mengonsumsi ikan asin sebagai satu-satunya lauk yang tersisa. Upaya mencari bahan makanan di pasar pun tidak membuahkan hasil maksimal. Pasokan pangan sangat terbatas dan hanya beberapa toko atau lapak pedagang yang berani membuka usahanya.
"Kemarin, saya lapar dan anak juga. Rencananya ingin cari makanan, akan tetapi begitu melihat kondisi jalanan, kami langsung kembali ke rumah. Muntah. Sedih sekali persis teringat peristiwa tsunami," tuturnya dengan mata berkaca-kaca. Perasaan sedih dan putus asa tergambar jelas dari pengakuannya, mengingatkannya kembali pada trauma masa lalu.
Meskipun bantuan mulai disalurkan, kenyataannya belum semua wilayah terdampak menerima pasokan logistik secara merata. Terutama daerah-daerah yang terletak di pedalaman menghadapi kendala yang lebih berat.
Warga Kota Langsa Juga Merasakan Dampak yang Sama
Yulia, warga Desa Lhok Bani, Kecamatan Langsa Barat, Kota Langsa, turut merasakan kesulitan yang sama. Meskipun beberapa pemberitaan mengindikasikan bahwa bantuan logistik telah tiba di Kota Langsa, namun warga di lingkungannya belum menerima bantuan apa pun.
Ia mengungkapkan bahwa selama beberapa hari terakhir, ia bersama suami dan bayinya hanya mengonsumsi nasi putih tanpa lauk. Berulang kali ia dan suaminya berusaha mencari bantuan, namun hasilnya selalu nihil.
"Sampai sekarang belum ada bantuan sama sekali. Memang di pemberitaan disebut ada bantuan, tapi kami tidak merasakan bantuan apapun. Sudah mencari ke sana kemari tidak ada," keluhnya.
Situasi semakin diperburuk dengan lonjakan harga kebutuhan pokok yang drastis dan kelangkaan bahan bakar minyak. Yulia melaporkan bahwa pasokan gas rumah tangga kini sulit ditemukan. Harga cabai melonjak hingga Rp300.000 per kilogram. Bahan bakar minyak bahkan tidak lagi tersedia di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU), sementara bensin eceran dijual dengan harga selangit, Rp50.000 per liter.
"Keluarga kami sejak kemarin hanya makan nasi putih tanpa lauk. Bayi kami sudah makan nasi putih selama dua hari ini. Mau beli apa-apa harus mikir karena uang cash menipis, sedangkan mesin ATM masih belum bisa digunakan," jelasnya, menunjukkan betapa sulitnya memenuhi kebutuhan dasar.
Upaya Penyaluran Bantuan dan Data Korban
Pemerintah daerah dan pusat telah berupaya menyalurkan bantuan logistik. Di Aceh Timur, pemerintah telah menyiapkan sejumlah bantuan, antara lain:
- Makanan siap saji: 3.000 paket
- Kidsware: 100 paket
- Family kit: 100 paket
- Sandang dewasa: 100 paket
- Selimut: 200 lembar
- Tenda gulung: 100 lembar
- Tenda serbaguna: 1 unit
- Beras 5 kg: 2.000 zak
- Mie instan: 1.500 dus
- Minyak goreng 800ml: 1.000 pouch
- Gula pasir 1 kg: 1.000 kg
- Air mineral 200 ml: 200 dus
- Pampers: 60 dus
- Minyak kayu putih: 48 lusin
- Obat-obatan: 80 box
Bantuan tersebut dikirim dari Gudang Sentra Bahagia Medan ke Dinas Sosial Kabupaten Aceh Timur mulai Minggu, 30 November 2025, melalui pelabuhan Belawan menggunakan kapal KRI. Namun, seperti yang dilaporkan warga, penyaluran bantuan belum merata ke seluruh wilayah terdampak.
Korban Bencana Meningkat Tajam
Data resmi dari Pos Komando Tanggap Darurat Bencana Hidrometeorologi Aceh per Selasa (2/12/2025) pukul 00:52 WIB, mencatat jumlah korban meninggal dunia mencapai 173 jiwa.
"Hingga malam ini, data resmi kita terima pukul 19.56 WIB sebanyak 173 korban meninggal dunia akibat bencana banjir dan longsor di Aceh," ujar Ketua Tim Posko Tanggap Darurat Bencana Aceh, M. Nasir SIP, pada Senin (1/12/2025) malam.
M. Nasir menjelaskan bahwa bencana hidrometeorologi yang melanda Aceh sejak Jumat (28/11/2025) telah berdampak pada 18 kabupaten kota se-Aceh. Dampak bencana ini tersebar di 226 kecamatan dan 3.310 gampong (desa) di seluruh Aceh.
Selain korban meninggal, tercatat pula korban luka berat sebanyak 403 orang, luka ringan sebanyak 1.435 orang. Sementara itu, 204 orang lainnya dilaporkan hilang dan masih dalam proses pencarian.
Fasilitas umum yang turut terdampak meliputi 138 unit perkantoran, 51 unit tempat ibadah, 201 unit sekolah, 4 unit pondok pesantren, dan 152 unit jalan yang terputus. Kerugian material juga sangat besar, dengan 77.049 unit rumah warga terdampak, 182 ekor hewan ternak, 139,4 hektare sawah, dan 12,012 hektare kebun rusak.
Menyikapi kondisi ini, M. Nasir menekankan pentingnya fokus utama pada penanganan korban di wilayah terisolir. Tiga prioritas utama yang harus segera ditangani adalah evakuasi warga terisolir, penyaluran bantuan logistik, dan pemulihan konektivitas.
"Tiga fokus utama ini kita harapkan selesai selama 14 hari terhitung masa tanggap darurat ditetapkan. Kita semua berharap semua masalah ini selesai sehingga nantinya akan fokus ke tahapan rehabilitasi," pungkasnya, menunjukkan harapan untuk segera beralih ke fase pemulihan pascabencana.
Posting Komentar