Ethereum Melejit Usai Pidato Powell di Jackson Hole, Diprediksi Tembus Rp 300 Juta di 2028

– Ethereum kembali mencetak sejarah. Untuk pertama kalinya sejak era bull market kripto tahun 2021, harga Ethereum melampaui rekor tertingginya dan mencetak angka baru yang mencengangkan, yakni USD 4.866 atau sekitar Rp 79 juta.
Lonjakan ini menjadi sinyal bahwa Ethereum tak lagi sekadar mengikuti jejak Bitcoin, tapi mulai menunjukkan taringnya sebagai aset kripto unggulan yang semakin diminati institusi dan investor besar.
Dikutip dari The Block dan Coin World, Sabtu (23/8), penguatan harga Ethereum dipicu pernyataan dovish dari Ketua The Fed Jerome Powell dalam simposium tahunan di Jackson Hole.
Dalam pidatonya, Powell menyebut bahwa "keseimbangan risiko kini mulai bergeser", dan pergeseran itu mungkin mendorong perubahan kebijakan moneter. Kalimat ini langsung diartikan pasar sebagai sinyal kuat akan potensi pemangkasan suku bunga pada September mendatang.
Sontak, pasar merespons dengan agresif. Ethereum naik 15 persen dan mencetak rekor baru, sementara Bitcoin pun ikut terangkat ke kisaran USD 124.500 atau setara Rp 2,02 miliar. Saham-saham perusahaan yang terpapar kripto seperti Coinbase, Circle, dan Sharplink juga ikut melonjak, dengan kenaikan hingga lebih dari 7 persen.
Lonjakan ini bukan semata reaksi spontan terhadap kabar suku bunga. Ethereum disebut makin menarik bagi investor institusional karena memiliki ekosistem yang luas, mulai dari keuangan terdesentralisasi (DeFi), tokenisasi aset, hingga pembayaran stablecoin.
Bahkan, menurut data Bloomberg, dana spot ETF Ethereum di Amerika Serikat sudah mengalir lebih dari USD 2,5 miliar hanya dalam bulan Agustus ini, jauh mengungguli arus dana ke ETF Bitcoin yang justru mengalami outflow sebesar USD 1,3 juta.
“Untuk pasar kripto, reaksinya cepat dan positif. Dalam siklus bull market yang didorong likuiditas seperti sekarang, investor cepat menanggapi sinyal dovish, dan komentar Powell memberikan hal itu,” kata Katalin Tischhauser, Head of Research di Sygnum Bank.
Yang juga menarik, Ethereum tidak hanya didorong oleh spekulan ritel. Banyak perusahaan yang kini membeli ETH sebagai bagian dari strategi treasury mereka. Platform seperti BitMine bahkan berambisi menguasai 5 persen dari total pasokan Ethereum global.
Sementara itu, komunitas Ethereum juga meluncurkan organisasi baru bernama Etherealize untuk mendorong adopsi jaringan Ethereum di kalangan bisnis dan institusi.
Optimisme pun bermunculan. Arthur Hayes, CIO Maelstrom, memprediksi harga Ethereum bisa tembus USD 10.000 bahkan USD 20.000 di akhir siklus. Geoffrey Kendrick dari Standard Chartered juga memperkirakan Ethereum bisa menyentuh USD 7.500 pada akhir tahun ini dan USD 25.000 pada 2028. Jika proyeksi ini terealisasi, maka nilai Ethereum bisa mencapai lebih dari Rp 407 juta per koin.
Selain faktor makroekonomi, momentum Ethereum juga didorong oleh aktivitas on-chain yang kuat. Data dari CoinGlass mencatat terjadi likuidasi posisi short sebesar USD 120 juta hanya dalam satu jam, memicu tekanan beli yang signifikan. Harga Ethereum pun terus terdorong naik saat posisi short ditutup secara paksa oleh sistem.
Keunggulan Ethereum juga terlihat dari performanya yang mengungguli kripto besar lain seperti Solana, XRP, dan Litecoin.
Saat Bitcoin masih tertahan di level USD 116.000 atau sekitar Rp 1,89 miliar, Ethereum justru terus memimpin dengan ekosistem yang semakin kompleks dan terintegrasi dengan sistem keuangan global, termasuk potensi penggunaan dalam proyek digital euro oleh Uni Eropa.
Meningkatnya kejelasan regulasi di Amerika dan Eropa turut menjadi katalis penting. Undang-Undang Genius Act yang memberikan landasan hukum bagi stablecoin serta pertimbangan Uni Eropa menjadikan Ethereum sebagai infrastruktur digital euro memberi sinyal kuat bahwa Ethereum kini dipandang lebih dari sekadar aset spekulatif.
Jika tren ini terus berlanjut, Ethereum bukan hanya akan menjadi pionir teknologi blockchain, tapi juga pemain utama dalam sistem keuangan global yang baru.
Posting Komentar