News Breaking
MEDKOM LIVE
wb_sunny

Breaking News

Rokhyat Pamer "Dalang Tikus": Sindiran Pedas Setelah Viral

Rokhyat Pamer "Dalang Tikus": Sindiran Pedas Setelah Viral

Featured Image

Di tengah hiruk pikuk dunia seni, sebuah pameran lukisan bertajuk “Garis Waktu: Jejak Rasa dalam Lintasan Karya” di Galeri Seni Eko YES, Palangka Raya, menghadirkan karya-karya provokatif dari seorang seniman bernama Rokhyat. Pameran ini menjadi wadah bagi Rokhyat untuk menyampaikan pandangannya tentang kehidupan sosial, aturan, dan dinamika kekuasaan melalui simbolisme yang kuat.

Salah satu karya yang mencuri perhatian adalah lukisan berjudul “Dalang Tikus”. Lukisan ini merupakan kelanjutan dari karya sebelumnya, “Tikus Dalam Garuda”, yang sempat viral. Kedua lukisan ini dipamerkan dalam satu ruangan yang unik, dengan sekat kayu vertikal yang menyerupai penjara. Penataan ini bukan tanpa alasan; Rokhyat ingin menciptakan suasana yang memaksa pengunjung untuk merenungkan makna aturan dan batasan dalam kehidupan bermasyarakat.

Simbolisme dalam "Dalang Tikus"

Lukisan “Dalang Tikus” berukuran besar, 200×150 sentimeter, langsung menarik perhatian pengunjung. Sosok tikus yang berperan sebagai dalang menjadi fokus utama. Tikus ini berada di dada burung garuda, sementara di sisi kanan garuda, sembilan tikus lainnya bersembunyi di balik bulu-bulu sayap. Di sisi kiri, terdapat dua boneka dalang yang terdiri dari lima tikus, dan satu tikus memegang tas.

Menariknya, semua tikus dalam lukisan ini digambarkan berdasi merah, kecuali sang dalang utama. Dalang tikus ini digambarkan dari belakang, dengan tiga kepala tikus di bajunya yang bermotif batik. Ia duduk di atas singgasana, mengatur pergerakan tikus-tikus lain hanya dengan kedua tangannya.

Burung garuda dalam lukisan ini tidak digambarkan dengan gagah perkasa seperti biasanya. Ia terlihat menangis darah dengan paruh menganga. Di atas kepalanya, tersampir topi pejuang kemerdekaan dengan bendera merah putih yang berkibar terikat tiang bambu.

Makna di Balik Sekat "Penjara"

Rokhyat menjelaskan bahwa sekat kayu yang menyerupai penjara bukanlah penjara sebenarnya, melainkan simbolisasi dari aturan. Ia ingin menyampaikan bahwa aturan ada untuk menciptakan kenyamanan dalam kehidupan bermasyarakat, karena manusia adalah makhluk sosial yang memiliki akal dan budi.

"Batasan-batasan ini supaya kita sebagai manusia selaku makhluk sosial menjadi nyaman, karena kita manusia bukan binatang buas, bukan makhluk yang lain, kita makhluk sosial yang selalu berkembang pemikiran dan perbuatannya," ujarnya.

Rokhyat juga menyoroti bahwa ada orang yang taat aturan, namun ada pula yang melanggarnya. Ia mengakui bahwa hidup ini dinamis, dan seseorang bisa saja berbuat baik hari ini, namun tidak mampu lagi melakukannya esok hari. Namun, ia menekankan bahwa hal itu bukanlah alasan untuk terus-menerus melanggar aturan.

Tikus Sebagai Simbol Ketidakberdayaan

Rokhyat menjelaskan bahwa ia kembali menggunakan simbol tikus dalam karya terbarunya karena tikus adalah binatang yang seringkali dianggap tidak bermanfaat oleh manusia. Tikus sering dikaitkan dengan hal-hal negatif, seperti merusak barang dan menyebarkan kotoran.

Namun, dari ketidakberhargaan itu, tikus ingin membuktikan diri. Mereka bersatu untuk membentuk kelompok dan eksis di antara hewan-hewan lainnya.

"Tikus ini lambang orang-orang yang tidak tahan, misal tidak tahan dalam kehidupan sosial, misal tidak tajir takut disingkirkan, tidak kaya jadi takut terhina, itu kelemahan, itu memengaruhi jiwa, sehingga membuat sebuah tindakan yang mereka terlalu fokus ke diri sendiri, sampai tidak memerhatikan orang lain," jelas Rokhyat.

Garuda yang Menangis: Kekecewaan Terhadap Kondisi Bangsa

Burung garuda dalam karya Rokhyat bukan hanya sekadar simbol negara, tetapi juga lambang kegagahan dan keperkasaan. Namun, garuda dalam lukisan ini mengenakan peci pejuang dan meneteskan air mata, mencerminkan kekecewaan terhadap kondisi bangsa saat ini.

"Itu simbolis dari pejuang yang melihat keadaan saat ini, mungkin ada suatu tindakan yang kurang pas dari visi-misi pejuang zaman dulu," lanjut Rokhyat, menggambarkan keresahan yang ada di dalam hatinya.

Melalui lukisan-lukisan ini, Rokhyat berusaha membangkitkan kesadaran sosial dan mengajak masyarakat untuk merenung, menyelami makna dari setiap simbol yang ia hadirkan. Ia ingin menyampaikan pesan mendalam tentang kehidupan dan nilai-nilai yang seharusnya dipegang teguh. Karyanya menjadi pengingat akan dinamika sosial yang selalu berubah, dan tantangan yang harus dihadapi oleh setiap individu dalam masyarakat.

Rokhyat, lulusan Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI) Yogyakarta (sekarang Institut Seni Indonesia/ISI Yogyakarta) tahun 1993, adalah putra dari pelukis kenamaan asal Kalimantan, Samson Mastur. Karya-karyanya seringkali mengangkat isu-isu sosial dan politik dengan gaya yang khas dan provokatif. Pameran "Garis Waktu: Jejak Rasa dalam Lintasan Karya" menjadi bukti bahwa seni dapat menjadi media yang ampuh untuk menyampaikan kritik sosial dan menggugah kesadaran masyarakat.

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.

Posting Komentar