Gaji Gubernur Jabar Dedi Mulyadi Tak Tersentuh Efisiensi Anggaran, Ini Faktanya

Dari penelusuran yang dilakukan “PR”, Rabu 10 September 2025, tentang gaji dan tunjangan Gubernur dan Wakil Gubernur di dokumen Peraturan Gubernur Nomor 8 Tahun 2025 tentang Perubahan atas Peraturan Gubernur Nomor 30 Tahun 2024 tentang Penjabaran APBD Tahun Anggaran 2025, ternyata tidak berubah sama sekali setelah dilakukan perubahan kelima APBD tahun 2025 sebagaimana Peraturan Gubernur Nomor 14 tahun 2025 tentang Perubahan Kelima atas Peraturan Gubernur Nomor 30 Tahun 2024 tentang Penjabaran APBD Tahun Anggaran 2025.
Misalnya, gaji dan tunjangan Gubernur dan Wakil Gubernur sebesar Rp 2.215.627.310 sama sekali tidak berubah sejak APBD 2025 ditetapkan sampai perubahan kelima APBD 2025. Begitu pula dengan belanja dana operasional gubernur dan wakil gubernur sebesar Rp 28,8 miliar, juga tidak mengalami perubahan sama sekali.
Dengan tidak adanya perubahan gaji dan tunjangan gubernur dan wakil gubernur tersebut, menjadi bukti bahwa efisiensi anggaran yang digembar-gemborkan selama ini ternyata tidak menyentuh atas gaji dan tunjangan Gubernur Dedi Mulyadi dan Wakil Gubernur Erwan Setiawan.
Malahan, Sekretaris Daerah (Sekda) Jawa Barat Herman Suryatman, Rabu 10 September 2025, meluruskan penggunaan dana operasional gubernur dan wakil gubernur sebesar Rp 28,8 miliar dari APBD Jawa Barat Tahun 2025.
Menurut dia, dana operasional gubernur dan wakil gubernur tersebut adalah dana operasional yang kembali lagi kepada masyarakat. “Dana operasional Rp 28,8 miliar tersebut sifatnya kelembagaan bukan personal. Dana itu kembali ke publik semuanya,” ucap Herman di Gedung DPRD Jawa Barat.
Dikatakan Herman yang memiliki otoritas penggunaan dana operasional yaitu gubernur dan wakil gubernur ketika ke lapangan. Misalnya di lapangan ada rumah yang roboh, saat itu gubernur atau wakil gubernur harus memberikan santunan.
"Kan tidak mungkin bantuan tersebut dimusrenbang-kan dulu dan seterusnya. Makanya dalam Peraturan Pemerintah tentang Kedudukan Keuangan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah itu ada aturan bahwa untuk biaya operasional kepala daerah dan wakil kepala daerah adalah 0,15% dari PAD. Ya alhamdulillah PAD Jawa Barat termasuk PAD yang tertinggi,"ucap Herman Suryatman.
Beri contoh
Pengamat kebijakan publik Nandang Suherman mempertanyakan kenapa tidak ada efisiensi anggaran terhadap gaji dan tunjangan yang melekat kepada gubernur dan wakil gubernur. “Selama ini, Gubernur Dedi Mulyadi selalu bicara efisiensi anggaran. Namun, kenapa terkait gaji dan tunjangan buat gubernur dan wakilnya tidak tersentuh efisiensi anggaran?. Kenapa tidak ada keberanian melakukan efisiensi anggaran?,” kata Nandang Suherman.
Semestinya, papar Nandang Suherman, karena selama ini Gubernur Dedi Mulyadi selalu bicara efisiensi anggaran, akan lebih baik dan memberikan contoh jika anggaran terkait gaji dan tunjangan gubernur dan wakil gubernur juga dilakukan efisiensi anggaran. “Kalau gaji dan tunjangan gubernur dan wakilnya juga terkena efisiensi anggaran, itu memberikan contoh nyata kepada publik atas langkah efisiensi anggaran yang dilakukan,” ucap Nandang Suherman.
DPRD Jabar
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Jabar Ono Surono mengatakan, terkait evaluasi tunjangan DPRD Jawa Barat, pihaknya sudah siap menjalankan hal itu berdasarkan tuntutan dari berbagai macam aspek. Baik aspek hukum perundang-undangan, aspek sosial, aspek krisis yang saat ini dialami. “Tapi DPRD ini tidak bisa menentukan sendiri. Pihaknya termasuk bagian dari pemerintahan daerah yang hak protokoler dan kedudukan keuangannya ditetapkan melalui peraturan gubernur,” ujarnya.
Kata Ono Surono, peraturan gubernur itu juga dasarnya adalah peraturan pemerintah terkait dengan hal yang sama. Lalu, bicara misalnya kelayakan kepatuhan soal tunjangan perumahan ada beberapa hal yang menjadi panduan. Misalnya, untuk menentukan kepatuhan kelayakan itu ada lembaga ofisial, terus juga ada peraturan yang di pemerintah yang mengatur tentang harga satuan.
"Jadi kita mempunyai dasar sehingga ya tentunya ini tidak bisa disikapi sepihak. Sehingga pimpinan DPRD menyatakan DPRD di Jawa Barat siap dievaluasi. Siap kita menurunkan gaji dan tunjangan. Tapi, ya tadi, harus komprehensif," kata Ono Surono.
Diakui Ono, pihaknya sudah menyampaikan semua pejabat negara dari tingkat pusat sampai tingkat daerah itu ada payung hukumnya untuk menentukan besaran gaji dan tunjangannya. Dia berharap, saat ini, momentum yang sangat baik untuk evaluasi, bukan hanya bicara Jawa Barat, tapi bicara seluruh Indonesia. Bukan hanya terkait dengan pemerintah pusat, pemerintah daerah, tapi juga harus menyeluruh.
"Pemerintah pusat juga melakukan evaluasi, pemerintah provinsi, kabupaten, kota juga melakukan evaluasi. Karena saya yakin kondisi masyarakat saat ini juga sedang tidak baik-baik saja,” kata Ono Surono.
Kota Bandung
Wakil Ketua DPRD Kota Bandung Edwin Sanjaya menekankan bahwa mayoritas penghasilan yang diperoleh anggota dewan ditujukan untuk kepentingan masyarakat. Dia mengakui, gaji dan tunjangan yang diperoleh mencapai sekitar Rp 90 juta per bulan, tetapi itu penghasilan kotor.
"Kami itu rata-rata menerima take home pay sekitar Rp 40 juta, dari Rp 90 jutaan itu. Perlu saya jelaskan, mudah-mudahan masyarakat bisa memahami, kebanyakan dari apa yang kami dapatkan ini, yang Rp 40 jutaan ini, itu juga kembali kepada masyarakat," katanya, Rabu 10 September 2025.
Edwin menuturkan, penghasilan kotor yang mencapai sekitar Rp 90 juta per bulan itu salah satunya berasal dari tunjangan perumahan. Akan tetapi, gaji dan tunjangan tersebut belum dipotong pajak dan potongan lainnya, yang bisa mencapai lebih dari Rp 40 juta.
"Ini kan ada payung hukumnya. Jadi apa yang kami terima itu memang sudah diatur dalam peraturan. Yang pertama, tentu disesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah, dan yang kedua juga untuk memenuhi asas kepatutan dan kewajaran," kata Ketua DPD Golkar Kota Bandung ini.
Menurut dia, penghasilan bersih sekitar Rp 40 juta per bulan yang diterima anggota legislatif itu pun mayoritas tidak dipakai buat kepentingan pribadi. Pasalnya, sebagai wakil rakyat, anggota DPRD selalu bersentuhan langsung dengan masyarakat, termasuk berbagai permasalahannya.
"Bahwa setiap bulan, setiap hari, kami menerima banyak sekali permohonan bantuan dari warga, terutama yang jadi konstituen. Aspirasi yang disampaikan ini harus kami penuhi dan itu tidak ada anggarannya selain dari kantong pribadi anggota DPRD itu sendiri," tuturnya.
Dia menambahkan, anggota dewan bahkan kerap menombok kebutuhan biaya untuk mengadakan kegiatan reses, meski ada uang tunjangannya. Mengingat, warga yang mengikuti reses kerap membeludak dan perlu diberi uang transportasi.
DPRD Cimahi
DPRD Kota Cimahi juga menerima berbagai tunjangan. Misalnya, tunjangan perumahan untuk Ketua DPRD sebesar Rp 47 juta perbulan, Wakil Ketua sebesar Rp 42 juta per bulan dan anggota DPRD sebesar Rp 40 juta per bulan.
Kemudian, tunjangan transportasi Ketua DPRD Rp 20 juta, Wakil Ketua DPRD Rp 18,5 juta dan anggota DPRD Rp 17,5 juta. Ketua DPRD juga mendapat dana operasional Rp 4 juta, dan Wakil Ketua DPRD Rp 4,2 juta per bulan.
Untuk seluruh anggota DPRD Kota Cimahi, mendapat tunjangan komunikasi intensif sebesar Rp 10,5 juta per bulan dan tunjangan reses Rp 10,5 juta tiap kegiatan berlangsung.
Ketua DPRD Kota Cimahi Wahyu Widyatmoko menyatakan, pemberian tunjangan untuk anggota DPRD Kota Cimahi mengacu ketentuan yang berlaku. "Terkait dengan tunjangan perumahan, transportasi dan lainnya diatur dalam PP 18 Tahun 2017 tentang Hak Keuangan Administrasi Pimpinan dan Anggota DPRD. Untuk di Kota Cimahi, acuannya perwal yang terakhir tahun 2023," ujarnya, Rabu 10 September 2025.
Dia mengatakan, tunjangan perumahan diberikan karena tidak tersedia rumah dinas bagi DPRD Kota Cimahi. "Sejak Kota Cimahi berdiri belum ada rumah dinas untuk dewan. Di dalam PP disebutkan, ketika Pemkot Cimahi tidak bisa memberikan rumah dinas, maka hak keuangan pimpinan anggota DPRD mendapatkan tunjangan perumahan, termasuk transportasi. Pemberian tunjangan sudah melekat dalam aturan, tidak melihat apakah anggota dewan punya rumah atau tidak, punya mobil atau tidak. Seperti, halnya presiden, menteri gubernur, sampai wali kota punya hak yang diatur," katanya.
Menurut dia, berbagai tunjangan uang diberikan menyesuaikan kemampuan keuangan daerah. "Tunjangan komunikasi, reses dan lainnya diatur sesuai kemampuan keuangan daerah, ada rumusnya sehingga menghasilkan angka segitu. Untuk Kota Cimahi masuk kategori kemampuan keuangan yang sedang," kata Wahyu. (Hendro Husodo, Novianti Nurulliah, Ririn NF)***
Posting Komentar