News Breaking
MEDKOM LIVE
wb_sunny

Breaking News

Jubir Menhan soal Rencana Koalisi Sipil Gugat Materiil UU TNI: Patut Dihormati

Jubir Menhan soal Rencana Koalisi Sipil Gugat Materiil UU TNI: Patut Dihormati

JURU bicara Menteri Pertahanan, Frega Wenas, memandang rencana koalisi masyarakat sipil menggugat Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia atau UU TNI sebagai bagian dari dinamika demokrasi. "Hak untuk menempuh jalur hukum lebih lanjut adalah konstitusional dan patut dihormati," kata Frega melalui pesan Whatsapp saat dihubungi pada Kamis, 18 September 2025.

Frega mengatakan Kementerian Pertahanan tetap fokus menjalankan amanat undang-undang. "Kami terbuka pada komunikasi konstruktif dengan seluruh komponen bangsa," kata Kepala Biro Informasi dan Pertahanan Kementerian Pertahanan ini.

Menurut Frega, Kementerian Pertahanan juga menghormati sepenuhnya putusan Mahkamah Konstitusi yang menolak gugatan uji formil terhadap UU TNI. Dia menegaskan, sebagai lembaga negara, MK memiliki kewenangan konstitusional yang final dan mengikat.

"Putusan tersebut tentu menjadi landasan hukum yang jelas bagi semua pihak, termasuk bagi Kemhan," kata Frega.

MK menolak uji formil UU TNI yang diajukan koalisi sipil dengan nomor perkara 81/PUU-XXIII/2025 dalam sidang putusan pada Rabu, 17 September 2025. Sejumlah organisasi yang tergabung dalam Koalisi Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan menjadi pemohon uji formil tersebut, seperti Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Imparsial, dan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras).

Usai putusan itu, perwakilan koalisi sipil mengungkapkan akan menggugat UU TNI secara materiil. “Karena banyak sekali kandungan-kandungan yang ada di dalam undang-undang ini sangat bermasalah,” kata Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid di Gedung MK, Jakarta Pusat, pada Rabu, 17 September 2025.

Usman memberikan contoh beberapa muatan yang bermasalah dalam UU TNI adalah Pasal 3 soal kedudukan tentara di pemerintahan, dan Pasal 7 yang mengatur operasi militer untuk perang dan operasi militer selain perang.

Koalisi sipil juga menyoroti Pasal 8 soal tugas TNI Angkatan Darat, serta Pasal 47 yang mengatur ketentuan prajurit TNI dapat duduk di lembaga sipil. “Itu adalah di antara beberapa pasal yang menurut kami pantas untuk diuji materilkan di dalam langkah hukum konstitusional yang selanjutnya,” kata Usman.

MK Tolak Uji Formil UU TNI

Mahkamah menolak dalil pemohon yang mengatakan kesulitan mengakses rapat dan dokumen terkait revisi UU TNI. Hakim MK Guntur Hamzah mengatakan pembentuk undang-undang telah berupaya membuka ruang partisipasi masyarakat dalam proses pembentukan Rancangan Undang-Undang TNI.

MK juga menilai pembentuk undang-undang telah menyediakan beberapa pilihan metode atau sarana partisipasi publik, serta tidak ada upaya untuk menghalangi masyarakat yang hendak berpartisipasi dalam proses pembentukan.

"Baik melalui tatap muka dalam berbagai diskusi publik maupun melalui metode berbagi informasi secara elektronik melalui laman resmi maupun kanal YouTube yang dapat diakses oleh masyarakat yang membutuhkan," kata Guntur.

Dari sembilan hakim konstitusi, ada empat hakim yang menyatakan pendapat berbeda atau dissenting opinion terhadap putusan MK. Mereka adalah Suhartoyo, Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, dan Arsul Sani.

"Empat hakim tersebut berpendapat bahwa permohonan pemohon beralasan menurut hukum dan seharusnya Mahkamah mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian," kata Suhartoyo.

Ada lima putusan perkara uji formil UU TNI yang dibacakan MK kemarin. Selain perkara nomor 81, empat perkara lain adalah nomor 45, 56, 69, dan 75/PUU-XXIII/2025. Putusan MK menyatakan empat perkara itu tidak dapat diterima.

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.

Posting Komentar