Perjalanan Panjang Pustakawan Wien Muldian Mendirikan Ruang Komunitas "Baca di Tebet"

JAKARTA, –Sejak kecil, Wien Muldian sudah akrab dengan dunia buku. Bahkan saat duduk di bangku kelas 4 SD, ia sempat membuat perpustakaan kecil untuk teman-temannya di sekolah agar bisa membaca buku yang sama dan berdiskusi bersama.
Kini, puluhan tahun kemudian, pustakawan sekaligus Ketua Ikatan Sarjana Ilmu Perpustakaan dan Informasi Indonesia itu mendirikan Baca di Tebet: Perpustakaan dan Ruang Temu, yang telah berdiri sejak 2021 di kawasan Tebet, Jakarta Selatan.
Wien menjelaskan, perpustakaan ini berawal dari koleksi buku pribadinya yang melimpah. Sejak kuliah, ia sudah aktif membuka ruang baca di berbagai tempat, mulai dari Depok, Duren Tiga, Cempaka Putih, hingga Kota Tua.
Ia menjelaskan, keinginan ini telah muncul sejak kelas 4 SD, ketika Wien pertama kali mendirikan perpustakaan sendiri untuk teman-teman sekelasnya.
Bagi Wien, pengalaman kecil di masa SD menjadi pondasi bahwa perpustakaan bukan sekadar tempat menyimpan buku, tetapi ruang interaksi.
“Jadi intinya gue membaca secara kolektif. Itulah akhirnya cerminan yang dibangun di tempat kayak gini,” katanya.
Sumber pendapatan
Untuk menjaga keberlangsungan, Baca di Tebet ditopang oleh beberapa unit usaha. Kafe di lantai pertama menjadi penopang utama, sementara tiket harian dan keanggotaan memberi fleksibilitas bagi pengunjung.
"Perpustakaan ini core bisnisnya. Resto di bawah itu kayak unit yang mendukung perpustakaan ini. Jadi kayak unit usaha kita untuk tempat ini juga begitu, jadi penghidupan,” ujar Wien.
Menurut Wien, tiket ini memberi pilihan fleksibel bagi pengunjung yang ingin sesekali datang atau rutin mengakses perpustakaan.
Adapun tiket harian dibanderol Rp 35.000, sedangkan paket bulanan dan tahunan tersedia mulai Rp 600.000 untuk pelajar hingga Rp 800.000 untuk umum. Berbagai fasilitas di sana bisa dinikmati pengunjung secara bebas.
“Kalau misalnya dalam sebulan mau datang lebih dari tiga kali, lebih baik ambil paket bulanan,” jelas Wien.
Tak sekadar koleksi bacaan
Perpustakaan ini bukan hanya tempat menyimpan koleksi bacaan, tetapi juga ruang interaksi, diskusi, hingga aktivitas komunitas.
Dari luar, bangunan Baca di Tebet tampak seperti rumah estetik. Namun, suasana berubah ketika melangkah masuk.
Lantai pertama dipenuhi suasana kafe, yaitu meja kayu, kursi toska, pengunjung sibuk dengan laptop, atau sekadar berbincang santai.
Naik ke lantai dua, pengunjung disambut rak buku kayu menjulang dengan ribuan koleksi. Area ini terbagi menjadi tiga ruang.
1. Ruang RBBJ (Roy B. B. Janis) hadir sebagai opsi pertama, sebuah area pertemuan kasual di mana pengunjung diperkenankan untuk membawa serta makanan dan minuman.
Ruangan ini dihiasi kursi kayu beralas bantal patchwork disusun melingkar menghadap meja panjang dengan vas bunga dan mesin tik tua, dikelilingi rak buku biru yang kerap dilirik pengunjung sambil bercakap-cakap.
Sementara di sisi kiri dan pojok ruangan terdapat dua ruangan lainnya, Ruang Pikir dan Ruang Baca. Keduanya masuk kategori silent room yang dikhususkan bagi pengunjung yang ingin benar-benar fokus belajar atau membaca.
Kursi kecil berjejer di dekat rak buku, diisi orang-orang yang larut dalam bacaan, hanya sesekali terdengar suara halaman dibalik.
Kursi kecil berjejer di dekat rak buku, diisi orang-orang yang larut dalam bacaan, hanya sesekali terdengar suara halaman dibalik.
Terakhir ada Ruang Karya, area eksklusif yang hanya bisa digunakan melalui reservasi terlebih dahulu.
“Prinsipnya, perpustakaan itu ruang belajar, bukan cuma ruang sepi buat orang baca sendiri,” ujar Wien saat ditemui, Rabu (17/9/2025).
Ruang publik dan komunitas
Selain ruang baca, Baca di Tebet juga menjadi tempat komunitas. Berbagai acara seperti launching buku, seminar, hingga rekaman video klip pernah digelar di sana.
"Misalnya orang mau di sini bikin launching buku, bikin misalnya gathering apa, komunitas apa. Misalnya mereka bisa sewa tempat ini,” tuturnya.
Kapasitasnya pun dibatasi sekitar 30 orang per hari, tetapi bisa meningkat hingga 70–80 orang saat ada acara komunitas.
Koleksi bukunya kini mencapai sekitar 27.000 eksemplar, sebagian besar berasal dari koleksi pribadi dan sumbangan masyarakat.
Berbeda dari perpustakaan konvensional, penataan buku di Baca di Tebet tidak terlalu kaku.
Meski demikian, terdapat beberapa rak buku yang disusun berdasarkan Genre tertentu misalnya fiksi.
“Abjadnya pakai pengarang aja. Namanya pengarang misalnya Abdul Qadir. Cuma ya intinya kan, kalau anak-anak hari ini kan nggak perlu penting kayak gitu. Yang pentingnya ngoprek-ngoprek. Biar cari sendiri. Iya kan nikmatnya di situ,” jelasnya.
Posting Komentar