News Breaking
MEDKOM LIVE
wb_sunny

Breaking News

Eks Dirut Hendrisman Buka Cerita Pernah Minta Bantuan Sri Mulyani dan Sofyan Djalil buat Selamatkan Jiwasraya

Eks Dirut Hendrisman Buka Cerita Pernah Minta Bantuan Sri Mulyani dan Sofyan Djalil buat Selamatkan Jiwasraya

Eks Dirut Hendrisman Buka Cerita Pernah Minta Bantuan Sri Mulyani dan Sofyan Djalil buat Selamatkan Jiwasraya

JAKARTA, Terpidana kasus korupsi sekaligus mantan Direktur Utama PT Asuransi Jiwasraya, Hendrisman Rahim menceritakan, pernah meminta bantuan pemerintah untuk menghadapi permasalahan yang dihadapi Jiwasraya

Hal ini Hendrisman sampaikan saat dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebagai saksi dalam kasus korupsi Jiwasraya dengan terdakwa Mantan Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan sekaligus mantan Kepala Biro Perasuransian pada Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK), Isa Rachmatarwata.

Hendrisman mengatakan, permintaan bantuan diajukan kepada dua orang menteri, yaitu Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Sofyan Abdul Jalil dan Menteri Keuangan Sri Mulyani.

Saat itu, di tahun 2008, petinggi Jiwasraya meminta pemerintah untuk memberikan bantuan dengan metode penanaman modal.

“Akhirnya, saat itu Pak Sofyan Djalil menyampaikan, Ibu Sri Mulyani, negara, lagi tidak punya uang,” ujar Hendrisman dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (28/10/2025).

Usai mendengar penyampaian tersebut, Hendrisman kembali menemui Sofyan Djalil.

“Saya waktu itu dipanggil (oleh Sofyan). Terus saya malah bilang, kalau enggak dikasih modal, tutup saja ini perusahaan (Jiwasraya),” kata Hendrisman.

Saat itu, Sofyan berusaha menenangkan pihak Jiwasraya. Kepada Hendrisman, Sofyan mengaku pemerintah akan membantu mencarikan jalan keluar.

Lebih lanjut, Sofyan sempat meminta agar Hendrisman dan direksi yang berasal dari kalangan profesional, untuk mencari cara lain untuk menyelamatkan Jiwasraya.

“Pak Sofyan bilang, pemerintah sudah memutuskan, Jiwasraya ini harus diselamatkan, itu memang PR kita (pemerintah), juga, PR bapak-bapak juga di Jiwasraya,” lanjutnya.

Pada lain kesempatan, Hendrisman mengaku sempat akan rapat bersama dengan Sri Mulyani. Namun, rapat yang mengundang beberapa lembaga keuangan di Indonesia itu akhirnya digelar secara terbatas.

Direksi Jiwasraya yang telah berada di ruang menteri itu diminta untuk keluar ruangan. Saat itu, Sri Mulyani hanya rapat dengan beberapa staf menterinya.

Meski tidak ikut rapat, Hendrisman mengaku mendengar kabar baik beberapa waktu kemudian.

“Disetujui. (Bantuan untuk Jiwasraya) terus dimasukkan di APBN 2010. Itu risalah rapatnya,” lanjut Hendrisman.

Untuk menindaklanjuti rencana ini, Anggito Abimanyu, dulu menjabat Kepala Badan Kebijakan Fiskal, diutus Sri Mulyani untuk membahas rancangan ini di DPR RI.

Tapi, berita baik ini tidak bertahan lama.

“Enggak lama, cuma dua minggu, ditelpon sama ajudan Bu Sri Mulyani, dinyatakan bahwa Bu Sri Mulyani mencabut persetujuan,” imbuhnya.

Saat itu, Hendrisman tidak mendapatkan penjelasan mengapa Sri Mulyani menarik keputusannya untuk membantu Jiwasraya.

Namun, setelah bertanya sana-sini, Hendrisman menduga, keputusan Sri Mulyani ini masih berkaitan dengan kasus Bank Century.

“Katanya, waktu itu (berdasarkan cerita yang lain) Bu Sri Mulyani (bilang) ‘Itu (Bank Century) saya bantu aja saya di ‘oyok-oyok’, Jiwasraya terserah, mau jalan atau enggak, juga enggak masalah, mau tutup, terserah,” cerita Hendrisman.

Pada kasus korupsi Jiwasraya yang berbuntut panjang ini, Isa didakwa telah menyebabkan kerugian keuangan negara senilai Rp 90 miliar.

Angka kerugian keuangan negara ini merupakan uang yang diterima dua perusahaan reasuransi untuk membuat kondisi PT Asuransi Jiwasraya seolah-oleh sehat atau solvent.

Perbuatan melawan hukum ini terjadi saat Isa masih menjadi Kepala Biro Perasuransian pada Bapepam-LK (Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan).

Pengerjaan reasuransi ini dilakukan oleh dua perusahaan asing. Masing-masing mendapatkan pembayaran berbeda sesuai proyek yang dikerjakan.

“Reasurance Fund yang dibayarkan ke Provident Capital Indemnity yang dibayarkan pada tanggal 12 Mei 2010 dengan jumlah Rp 50 miliar,” kata Jaksa.

Kemudian, PT AJS juga membayar jasa reasuransi kepada Best Meridian Insurance Company dengan dua kali pembayaran, yaitu tanggal 12 Mei 2012 dengan jumlah Rp 24 miliar dan tanggal 25 Januari 2013 dengan jumlah Rp 16 miliar.

Jaksa mengatakan, reasuransi yang disetujui oleh Isa ini hanya formalitas dan tidak memiliki substansi ekonomi. Pasalnya, PT AJS masih menanggung sejumlah resiko bisnis.

“Tapi, secara akuntansi mengakui seolah-olah risiko sudah dialihkan dan pendapatan dari asuransi,” jelas jaksa.

Selain menyetujui soal rencana reasuransi, Isa juga menyetujui beberapa produk saving plan yang justru membebani PT AJS dengan suku bunga yang tinggi.

Produk-produk saving plan ini pada akhirnya tidak memberikan hasil yang menguntungkan dan justru menimbulkan utang, per 31 Desember 2019, senilai Rp 12,2 triliun.

Jaksa menjelaskan, persetujuan yang diberikan Isa ini masih satu rangkaian dari kasus korupsi Jiwasraya yang menjerat Benny Tjokrosaputro dan kawan-kawan.

Pokok permasalahan dalam kasus yang menjerat Benny Tjokro adalah soal investasi reksadana yang pada akhirnya tidak memberikan keuntungan bagi negara.

Kasus itu justru menyebabkan kerugian keuangan negara hingga Rp 16,8 triliun.

Dalam kasus ini, Isa didakwa telah melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.

Posting Komentar