China Manfaatkan Celah, Luncurkan Visa K di Tengah Kenaikan H-1B AS

– Persaingan global merebut talenta teknologi semakin sengit. China meluncurkan visa K pekan ini untuk memberi akses lebih mudah bagi lulusan asing di bidang sains, teknologi, teknik, dan matematika (STEM).
Kebijakan ini hadir bersamaan dengan langkah Amerika Serikat (AS) yang menaikkan biaya visa H-1B hingga 100.000 dollar AS atau sekitar Rp 1,6 miliar per tahun.
Meski memiliki banyak insinyur lokal, Beijing berupaya menampilkan diri sebagai negara yang ramah investasi dan terbuka bagi tenaga asing. Hal ini dilakukan di tengah ketegangan perdagangan akibat tarif AS yang menekan prospek ekonomi China.
"Simbolismenya kuat: ketika AS menambah hambatan, China justru menurunkannya,” ujar pengacara imigrasi asal Iowa, Matt Mauntel-Medici dikutip dari Reuters, Senin (29/9/2025).
China Longgarkan Aturan, AS Perketat Visa
Visa K diumumkan pada Agustus lalu. Program ini memungkinkan pemegang visa masuk, tinggal, dan bekerja di China tanpa perlu tawaran kerja. Target utama adalah lulusan muda STEM dari berbagai negara.
Sebaliknya, pemerintahan Trump meminta perusahaan membayar 100.000 dollar AS per tahun untuk setiap pekerja asing pemegang visa H-1B.
Visa H-1B sendiri selama ini menjadi pintu utama bagi perusahaan teknologi di AS untuk merekrut tenaga kerja asing terampil.
“AS jelas merugikan dirinya sendiri pada H-1B, dan waktunya sangat tepat bagi visa K China,” kata Michael Feller, Chief Strategist di Geopolitical Strategy.
Selain China, beberapa negara lain seperti Korea Selatan, Jerman, dan Selandia Baru juga mulai melonggarkan aturan visa demi menarik pekerja asing terampil.
Alternatif Bagi Talenta India
Salah satu keunggulan utama visa K adalah tidak adanya kewajiban sponsor perusahaan, berbeda dengan H-1B yang mengharuskan sponsor dan terbatas kuotanya, yakni 85.000 per tahun.
Kenaikan biaya visa yang tinggi membuat banyak pencari kerja mencari opsi lain.
“Ini alternatif menarik bagi profesional STEM asal India yang mencari opsi visa lebih fleksibel,” kata Bikash Kali Das, mahasiswa India di Universitas Sichuan.
Diketahui, India tercatat sebagai penerima terbesar visa H-1B tahun lalu dengan porsi 71 persen dari total penerima.
Hambatan Bahasa, Regulasi, dan Politik
Meski menjanjikan, implementasi visa K masih penuh tanda tanya. Pedoman pemerintah hanya mencantumkan syarat umum terkait usia, pendidikan, dan pengalaman kerja. Tidak ada detail mengenai insentif finansial, izin tinggal permanen, atau fasilitas keluarga.
China juga jarang memberikan kewarganegaraan bagi warga asing. Selain itu, hambatan bahasa menjadi kendala karena sebagian besar perusahaan teknologi di China menggunakan bahasa Mandarin.
“China harus memastikan warga India merasa diterima dan bisa bekerja tanpa kendala bahasa,” kata Feller.
Ketegangan politik antara Beijing dan New Delhi juga berpotensi membatasi jumlah pemohon asal India yang diterima.
Fokus Rekrutmen Masih pada Diaspora Tionghoa
Selama ini, kebijakan perekrutan China lebih banyak menyasar diaspora Tionghoa. Insentif berupa subsidi rumah dan bonus tanda tangan hingga 5 juta yuan (702.200 dollar AS) sudah ditawarkan untuk menarik pulang talenta STEM asal China dari Amerika Serikat.
“Upaya menarik talenta India memang tumbuh, tapi masih terbatas dibandingkan program besar untuk memulangkan talenta STEM asal Tiongkok,” ujar Das.
Seorang lulusan STEM asal China yang baru saja mendapat tawaran kerja dari perusahaan teknologi di Silicon Valley juga menyampaikan keraguannya terhadap prospek visa K.
“Negara-negara Asia seperti China tidak terlalu bergantung pada imigrasi, dan pemerintah lokal punya banyak cara untuk menarik talenta domestik,” ujarnya.
Persaingan Imigrasi Global
Data menunjukkan Amerika Serikat memiliki lebih dari 51 juta imigran, atau sekitar 15 persen dari populasi. Sebaliknya, China hanya menampung sekitar 1 juta warga asing, kurang dari 1 persen dari total penduduk.
Meski kecil kemungkinan Beijing akan mengubah kebijakan imigrasi secara drastis, visa K tetap dipandang sebagai alat penting dalam memperkuat posisi China di bidang teknologi global.
“Jika China bisa menarik sebagian kecil saja talenta teknologi global, posisinya dalam teknologi mutakhir akan lebih kompetitif,” kata Feller.
Posting Komentar